31 December 2013

The Boys Part 1 (Ketika Cinta Menyapa)



Puru
“Nama yang aneh!” begitu pikirku saat itu. Tapi… orangnya ga aneh kok. Bertubuh tinggi standar anak-anak SMP kelas 3, putih, cakep, keren, modis. Kira-kira seperti itulah ciri-ciri fisiknya. Dia selalu membawa tas ransel warna abu-abu dan sepeda Polygon yang sewarna dengan tasnya. Dikagumi banyak cewe, itu udah pasti.
Kami bertemu pertama kali di kelasku ketika istirahat setelah Ulangan Umum sesi 1. Di SMP ku, setiap Ulangan Umum siswa selalu di acak. Anak kelas 1 duduk sebangku dengan kelas 2 atau kelas 3. Kebetulan saat itu aku kebagian jatah duduk dengan kelas 3D.
Ulangan Umum sesi 1 hari itu sudah selesai. Sebelum lanjut ke sesi 2, anak-anak beristirahat. Sebagian ada yang jajan di kantin, ada yang bermain-main, ada juga yang tetap duduk di kelas sambil membaca-baca materi untuk Ulangan selanjutnya. Dan aku melakukan yang terakhir itu. Di sebelahku duduk kakak kelas 3, namanya Betty. Mba Betty juga melakukan hal yang sama, membaca. Sambil sesekali kami mengobrol santai. Tiba-tiba terdengar suara gaduh di belakang kelas, aku membalikkan badan untuk mencari tahu dari mana arah suara itu. Mataku mengarah seiring putaran bahu dan berhenti tepat di bangku pojokan kelas sebelah kanan. Bagai melihat pangeran turun dari langit, (Hahaha lebay!) tampak seorang cowo yang sedang melihat ke arahku. Kami saling bertatapan selama beberapa menit, tanpa kedip! Entah karena sama-sama terpesona atau karena emang kebetulan aja. Anehnya, jantungku berdegup kencang. Akhirnya aku membalikkan badan ke posisi semula, memegang buku dan mencoba meneruskan bacaanku, tapi sepertinya pikiranku mulai kacau. Yang ditatap sih buku, tapi yang ada dipikiran malah si cowo tadi.
Bel tanda 5 menit lagi Ulangan sesi 2 akan dimulai, berbunyi…
Rupanya cowo tadi tidak duduk di kelasku, dia ke kelasku hanya untuk menemui temannya yang sama-sama kelas 3D. Kebetulan di samping kiriku ada kaca jendela, saat aku melihat ke arah jendela… Wow!! Ternyata cowo itu berdiri dibalik jendela sedang berbicara dengan temannya, tapi kenapa matanya mengarah ke aku. “Aduuh..jangan2 dia udah berdiri disitu dari tadi, trus merhatiin aku. OMG!! Aku malu banget..” dan untuk kedua kalinya kami bertatapan lagi, hingga akhirnya dia pergi menuju kelasnya.
Hari berikutnya…
Sama seperti hari sebelumnya, cowo itu datang lagi ke kelasku saat istirahat. Kami pun bertatapan lagi tapi tak selama kemarin dan kali ini aku sudah bisa mengontrol degup jantungku. Hehehe… Aku beranikan diri untuk bertanya ke mba Betty.
“Mba, cowo yang lagi ngobrol sama mas Agus itu siapa sih?”
“Ooh..itu Puru. Emang kenapa dik?”
“Hmm.. ga papa mba cm nanya aja.” Begitu kataku sambil berusaha bersikap sealami mungkin biar ga mencurigakan.
Ulangan Umum selesai. Pembagian rapot. Libur seminggu. Masuk sekolah lagi.
Hari itu pelajaran Bahasa Indonesia, yang mengajar adalah Pak Petrus, wali kelasku. Oiya, aku selalu duduk di bangku paling depan bersama Ugi. Ugi ini orang pertama yang aku kenal saat pertama kali pindah ke Jogja dan kebetulan kami dapat kelas yang sama, 1D. Pak Petrus memulai pelajaran, dia menerangkan beberapa hal, kemudian memberikan soal. Saat anak-anak sedang mengerjakan soal, tiba-tiba beliau berkata
“Kemaren saya ngajar kelas 3, trus tiba-tiba ada yang berteriak “Pak, titip salam ya buat Tessa.””
Geeerrrrrrrr… sontak semua anak-anak di kelasku tertawa dan mengejekku.
“Cie…cie… ada yang dapet salam dari kakak kelas.”
“Siapa tuuuh???”
“Asiiik kita ditraktir makan-makan niih.”
Aduuuh aku malu banget saat itu, tapi seneng juga sih sebenernya. Cuma aku kan belum tahu siapa yang ngirim salam, mana pak Petrus juga ga mau kasih tahu siapa nama pengirimnya.
Teng.. Teng.. Teng..
Bel istirahat berbunyi, beberapa anak berhamburan keluar kelas, begitu juga aku tapi aku ga ke kantin. Aku hanya bermain bersama anak-anak di dekat kelas 1C. Huffftt… aku melihat seseorang datang berjalan ke arahku. Mas Puru! Dia mendekatiku dan menyerahkan sepucuk surat dan berlalu pergi tanpa kata. OMG… Cowo sekeren itu dan pujaan banyak cewe di sekolah ngasih aku surat di depan banyak orang ? Rasanya pengen terbang ke awan terus diem aja disana ga turun-turun karena malu. Akhirnya aku tinggalkan kerumunan teman-temanku itu dan masuk ke dalam kelas. Dengan muka berseri-seri aku buka surat itu.
“Dik, nanti pulang sekolah aku tunggu di gerbang. Kita pulang bareng ya!”
Hwaaaaaaaaaa…..rasanya pengen teriak sekeras-kerasnya.
Pelajaran selesai. Waktunya pulang. Aku memaksa Ugi untuk pulang bersamaku. Kami berdua berjalan menuju gerbang, tampak disana mas Puru sudah menunggu dengan sepedanya.
“Mas, pulangnya bareng Ugi ya.. soalnya aku biasa jalan kaki bareng dia.”
Ugi tiba-tiba berkata “Ngga usah, aku mau pulang mbonceng Yani aja.”
Aku langsung mengedipkan mata ke Ugi dan bilang “Ahhh biasanya juga pulang bareng aku, jalan kaki.”
Aku tetap menggandeng Ugi dan mulai berjalan. Mas Puru yang sedari tadi cuma diam aja tampak bingung, mungkin dia juga kecewa karena yang diajak pulang bareng kan aku, tapi aku malah ngajak Ugi juga. Akhirnya kita pulang bertiga, jalan kaki. Sepedanya mas Puru? Nah itu dia, sepedanya dituntun. Hahaha…
Begitulah yang terjadi setiap pulang sekolah, meskipun mas Puru pernah bilang kalau dia ga suka pulang bertiga, tapi aku ga mau. Aku tetep aja ngajak Ugi. Pernah suatu kali pas pulang bareng, kita jalan lewat jalan lain ga seperti biasanya. Pas lewat daerah yang banyak semak-semak dan pohon-pohon tinggi, saat lagi asik ngobrol sambil jalan, terdengar bunyi “kresek…kresek..” dibalik semak-semak. Kami berhenti dan memperhatikan ke arah suara itu dan ….
Hwaaaaa… Anjiiiiing!!
Tanpa pikir panjang, kami langsung lari dari kejaran anjing itu. Untungnya ada warga situ dan kami pun terselamatkan.
Hari berganti.. bulan berlalu.. mas Puru yang saat itu sudah kelas 3, lulus dan melanjutkan ke SMA. Begitu banyak kenangan yang dilalui, mulai dari pertama bertemu, kirim-kiriman surat, pulang sekolah bertiga, yang paling ga enak adalah dijutekin cewe-cewe yang pada naksir sama mas Puru (mulai dari fans-nya yang seangkatan sama aku sampai kakak kelas).
3 tahun kemudian, ternyata aku diterima di SMA yang sama dengan mas Puru dan kebetulan kelasku berhadapan dengan kelasnya. Terus pas ketemu di SMA, rasanya masih sama ga? Ngga! Hahaha. Rasanya biasa aja, paling cuma saling sapa aja, ga pernah ngobrol sama sekali. Hmm.. mas Puru udah ga sekeren SMP dan dia udah punya cewe.
Sekarang mas Puru sudah punya istri. Komunikasi kami baik-baik saja sampai saat ini, dia aku anggap seperti kakakku sendiri.


So, buat para ababil… ga usah deh yang namanya putus trus lama move on atau malah musuhan, kan mending sodaraan. Begitu lebih baik!
*sok tua banget ya gw*
^-^

Bizarre Love [NOT] Triangle Part 2





Siang itu… surya membelai bumi…
Ku terima sebuah undangan…
Ku buka dan ku baca…
Sampul berwarna merah…
Ada namamu…
Ku berlinang air mata
Ku harap kau bahagia…
Dengan gadis pilihan orangtuamu…
Biarlah ku mengalah…
Demi keutuhan engkau dan dia…
Walau hati ini luka…
Sendiri lagi… sendiri lagi…
Tanpa dirimu disisiku…
Sendiri lagi… sendiri lagi…
Ku coba untuk melupakanmu…
Sudah suratan harus begini…
Oh Tuhan tabahkanlah hati ini…

Hahaha… Sebenernya lagu ini ga ada hubungannya dengan cerita yang akan di tulis, Cuma tiba-tiba aja terngiang lagu Nike Ardila – Biarlah ku mengalah. Jadi inget pernah nyanyi lagu itu pas siang-siang pulang sekolah kelas 5 SD sambil jalan pepanasan turun dari angkot menuju rumah.
Kembali ke laptop!
Siang itu Via terkejut mendapati sebuah message di whatsapp. Sebuah nama tertera di layar tabletnya.
Tito

Pikiran Via pun secara otomatis flashback ke masa lalu. Mulai dari pertama bertemu di bandara, jalan-jalan bareng, berantem, kebiasaan bohongnya, kebiasaan menghilangnya sampai akhirnya harus berpisah tanpa kata di stasiun.

Tito: “Maaf ya beib lama gk ngabarin”

Wow… yang selama ini hilang bagai ditelan bumi, tiba-tiba muncul. Entah kenapa terbesit dalam pikiran Via kalau Tito sudah menikah, tapi Via sendiri masih ragu akan dugaannya itu. Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya Via membalas.

Via: “Sibuk banget kaaah? Atau udah merit? Hehehe”

3 menit kemudian ada balasan.
Tito: “Sibuk kerja sama tidur. Hotel lagi rame banget. Kemaren sempet sakit juga. Iya beib, maaf banget yaaa. Bukan gk mau komunikasi, beib. Cuma berharap gimana kalo aku udah nikah? Apa masih kaya gini? Apa my beiby masih anggap aku “my beiby” seperti yang aku lakuin?”

Dan chatting-an pun berlanjut.
Via: “Uhmm.. mana aku tahu kalo sakit segala. Ooh jadi beneran udah nikah?”

Tito: “Gimana kabar disana?”

Via: “Kabarnya sehat. Jadi beneran udah nikah?”

Tito: “Alhamdulillah kalo sehat. Akhir tahun pulang ke rumah gk? Kayanya ada yang abis bikin rumah nih. Bangunnya dmn?”

Via: “Di deket rumah mama. Iiih kok ga di jawab sih. Ngaku aja kali, kejujuran itu lebih berharga daripada kebohongan yang paling indah.”

Tito: “Oalah bangun rumah disana to. What if I say yes or no?”

Via: “Kalo emang udah, ya Alhamdulillah.”

Tito: “Hmmmmmm… Pelarian atau penantian tak kunjung usai ya?”

Via: “Maksudnya gimana?”

Tito: “Ya udah buat PR aja.”

Via: “Hmmm…udh kebanyakan PR! Ya udah kalo ga mau jelasin, padahal tadinya aku mau bilang sesuatu.”

Tito: “Mau bilang apa? Ya bilang aja beib, semisal salah ngomong juga gk apa-apa. U always be my beiby.”

Via: “Ogah..! Aku nanya aja belum di jawab.”

Tito: “Yaelah, udah dikasih clue-nya, dipilih aja salah satu beib.”

Via kembali me-review message sebelumnya dan 2 menit kemudian dia membalas…
Via: “Oalahhh…maksudnya mau bilang “Aku udah nikah, tapi aku ga mau bilang coz takut my beiby perasaannya jadi berubah ke aku. Aku akhirnya nikah karena pelarian atau penantian yang tak kunjung usai. But don’t worry coz U always be my beiby. Begitu kaaaaaaaaaaaaah?”

Tito: “Woooowww…. Tepuk tangaaaaan”

Via: “Yaelaaah ngaku begitu doank susah amat. Selamat ya, beib..”

Tito: “Mesti dikasih selamat ya? :-( Hmmm..”

Via: “Kan selamat itu doa, biar selalu selamat dan sehat. Trus jadinya nikah sama mba2 yang dulu itu?”

Tito: “Sama simbah2!”

Via: “Diiih ditanya malah kaya gitu jawabnya. Tanggal berapa nikahnya?”

Tito: “Emang penting ya, beib?

Via: “Penting doooonk, kan biar tahun depan aku bisa ngirim kado.”

Tito: “Hadeehh, gk usah repot-repot. Tanggal 32!”

Via: “Iiiih yang bener atuh…”

Tito: “Hmmm… terserah my beiby aja mau tanggal berapa. Pilih aja tanggalnya!”

Begitulah percakapan itu berakhir "menggantung" tanpa ada kejelasan.
Via akhirnya memutuskan untuk membuka Facebook, padahal selama ini dia sangat tidak berani untuk membuka FB-nya Tito karena takut bila melihat hal-hal yang tidak seharusnya dia lihat. Kali ini rasa penasarannya lebih besar dari rasa takutnya. Dan benar saja, ternyata Tito sudah menikah sejak 6 bulan yang lalu. 
Uwoooww !!!
Via menarik napas panjang, kemudian dia tersenyum sambil membatin…
 “Tuhan sudah mengatur segalanya dengan baik dan apapun yang telah terjadi pasti itu juga yang terbaik.”
 
^_^ 

VuL oF LuV