31 March 2014

Nyepi @ Home and Perkedel Enthik

Libur Nyepi hari ini ya hampir mirip ama hari2 kemaren. Home Alone. Tadi pagi bangun jam setengah 5 trus mandi, bikin sarapan, sholat subuh, nonton berita, maen game eh malah ketiduran. Bangun lagi jam 9 lanjut nyuci, sholat duha, nonton drama Korea U Dont Know Women episode 65. Hahaha ga nyangka juga bisa ngikutin sampe episode itu, padahal awalnya ga sengaja nonton eeehh ternyata seru juga. Pas browsing di mbah gugel ga taunya film itu ampe 109 episode. Nonton drama Korea sambil sarapan Energen go fruit banana di campur quaker oat, lumayan rasanya apalagi yang go fruit strawberry lebih enak.  Heran juga kok bisa doyan yaaaa, dulu liat oranglain minum itu aja kayanya udah ga minat. Udah gitu yang namanya oat, beuuuhh pernah tuh nyoba cuma di kasih aer panas aja. Hmmm...rasanya kaya makan bubuk kayu. Hahaha... Sekarang jadi doyan oat asal dicampur Energen go fruit! Pernah juga nyoba Energen coklat or vanila tapi malah eneg, lebih enak yg go fruit ^ ^,

Rencana hari ini mau bikin menu perkedel, tapi bukan dari bahan kentang...melainkan enthik. Tau enthik? sejenis umbi2an mirip singkong bentuknya tapi lebih empuk dan lembut karena ga berserat. Untuk bumbunya sama aja sih kaya perkedel kentang, yaitu: bawang putih, merica bubuk, garam.

Okay, lets cook!!

30 March 2014

Black Pepper Fried Chicken

Hari ini bikin menu sendiri yaitu Black Pepper Fried Chicken. Tiba2 aja kepikiran pengen bikin ayam goreng tepung tapi pedas di dalam. Untuk gambarnya, mungkin menyusul yaa... coz susah aplot dari tab. Loadingnya lambreta bener dah, ga tau napa, jadi kalo mo aplot mesti pake lepi gitu deh.

Oiya, untuk bumbunya cukup simple.

Bahan:
Ayam
Telur ayam
Tepung bumbu fried chicken
Lada Hitam
Garam

Cara memasak:
1. Rebus ayam selama 15 menit, beri garam dan lada hitam secukupnya/sesuai selera.
2. Tiriskan ayam lalu celupkan ke dalam telur yang sudah dikocok.
3. Balurkan ayam dengan tepung bumbu lalu celupkan lagi ke telur lalu balurkan ulang ke tepung bumbu sambil ditekan supaya tepung benar2 menempel.
4. Supaya krispi, simpan dalam lemari es dan keluarkan saat akan di goreng.

Gimana??? gampang banget kan bikinnya.
Apalagi kalo tepung bumbunya yang hot spicy, so pasti pas di makan daging ayamnya bisa hot luar dalam. Sssshhhh !!!


Sepi Sebelum Nyepi

Like before... yang namanya di rumah sendirian pastilah sepi.
Besok semua umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi, kebayang kan suasananya kaya apa. Ga boleh nyalain TV or radio, ga boleh brisik, ga ngapa2in... ya mirip kaya gue sekarang ini. 

Dari tadi kerjaan cuma gulang guling ga jelas, browsing2 resep, maen game, mandi, maenan tablet lagi. Bayangkan selama 3 bulan ini kerjaan gue cuma gitu aja. Semenjak awal tahun memutuskan untuk cuti ngajar senam, resign dari KONI dan IODI... jadi tinggal ngeles doank. Waktu terasa cepat berlalu, tiba2 udah mau April.. berasa makin tua.

Lemessss...

Mencoba menyemangati diri sendiri.
Ayo Tess, u can do it !!
Tuhan tidak pernah tidur, percayalah Dia pasti punya rencana yang indah di hari esok.
Terus berusaha dan berdoa !!!

Positive Thinking!
Yakinlah semua yang baik2 akan jadi positif +++++++++++++

10 March 2014

The Unforgettable Love (chapter I)





Cinta Pandangan Pertama

28 September 2001

Sore itu kulihat seorang gadis berdiri di sebrang ruanganku sambil memegang sebuah buku, rasa lelah terlihat diwajahnya. Saat itu aku ikut organisasi perkumpulan pengusaha yang mengadakan seminar di salah satu hotel berbintang di Jogja. Melihat gadis tadi, terbesit rasa iba dalam hatiku. Aku mendekatinya seraya membawakan sebuah kursi.
“Mau duduk?” Kataku sambil menaruh kursi disampingnya.
“Iya.” Jawabnya.
“Pake aja kursiku, soalnya kalo kerja aku ga duduk.”
“Oke, makasih ya.”
“Sama-sama."
Tampak senyum manis terpancar dari wajahnya, sesaat aku terbuai dengan senyuman itu hingga aku tersadar harus menggandakan materi seminar. Mesin photocopy yang jaraknya tidak begitu jauh dari tempat gadis itu berada membuat aku sesekali memandangnya. Senyum, tawa dan gerak-geriknya memancarkan kecantikan yang membuatku kagum. Dengan ramah, dia menawarkan produk fashion dari Butik tempat dia bekerja. Aku terpana! Ooh tidak, mungkinkah aku jatuh cinta pada pandangan pertama?
Akhirnya urusan per-photocopy-an selesai juga, kuhisap sebatang rokok untuk menghilangkan penat dan kali ini kuberanikan diri mendekati gadis itu lagi.  Kupikir kesempatan tak akan datang dua kali, mungkin saja besok aku tak bertemu dia lagi. Kami pun berkenalan. Namanya Nina, tak terlihat rasa canggung pada dirinya meski kami baru saja kenal. Kami mengobrol cukup lama, dan akhirnya dia berkata
“Ini nomor telepon kantorku, kalo mau telepon antara jam 12.00 – 13.00 ya”
“Oke.” Jawabku.


Seminggu kemudian. 
“Hallo…” terdengar suara diseberang pesawat telepon.
“Hallo, bisa bicara dengan Nina? Kataku.
“Saya sendiri. Ini siapa?”
“Fauzan”
“Hai, apa kabar?”
“Baik. Gimana kabarmu?”
“Alhamdulillah baik.”
“Ga sibuk, kan?”
“Ga kok, kan jam istirahat”
“Udah makan siang?”
“Belum, tapi tenang aja aku udah bawa bekal makan siang, jadi ga perlu keluar kantor.”
“Maaf ya kalo aku ganggu waktu istirahatmu. Kapan-kapan boleh ketemu kamu ga?” “Boleh. Datang aja kesini pas jam istirahat.”
Tiba-tiba terdengar suara pintu box telepon umum diketuk dari luar dan tampak seorang laki-laki berdiri dengan wajah kesal.
“Nina, udah dulu ya. Makasih udah mau ngobrol sama aku.”
“Iya sama-sama, makasih juga udah mau telepon aku.”
Telepon pun kututup, aku buru-buru keluar dari box dan berjalan kearah gerbang kampusku yang terletak di wilayah Barek.

13 Oktober 2001

Kami telah janjian untuk ketemu hari itu, tepat satu hari setelah hari ulang tahunnya.
“Hmmm… mau makan dimana?” Ucapnya.
“Terserah kamu, kan kamu yang tau daerah ini.” Jawabku.
“Ok. Kamu suka burger?”
“Suka.”
Kami pun berjalan menuju sebuah tempat makan yang khusus menjual burger, tak jauh dari tempat dia bekerja. Kami memilih tempat duduk. Dia tersenyum sambil menawarkan menu apa yang akan kupesan, lalu dia beranjak dari kursi dan menyerahkan kertas pesanan ke pelayan yang berdiri dekat kasir. Sementara itu aku merogoh kantong celana untuk memastikan sesuatu sebelum dia kembali ke kursinya. Sembari menunggu pesanan datang, kami mengobrol dan ….
“Selamat ulang tahun ya..” Kataku sambil meraih tangannya dan menggenggamnya. Aku keluarkan sebuah cincin perak dari kantong celanaku dan memasangkan di jari manisnya.
“Makasih ya..” Katanya. Dia tersenyum, tersipu malu.
“Sama-sama.” Jawabku.
Genggaman tanganku terlepas seiring datangnya pelayan yang membawa pesanan kami. Setelah burger habis dan sebelum kami berpisah, aku berkata padanya…
“Hmmm… kamu mau ga jadi pacarku?”
Sesaat dia terdiam, lalu berkata..
“Maaf… aku ga bisa jawab sekarang, datang aja dulu ke rumahku nanti aku kasih tau jawabannya.”
Aku menyetujuinya, kami janjian untuk bertemu di halte bus besok. Setelah dia membayar makan siang kami sebagai traktiran di hari ulang tahunnya, kami pun berpisah. Dia harus kembali bekerja.

14 Oktober 2001

Aku berjalan dari kos menuju utara kampus Kehutanan UGM untuk menunggu bus kota yang kearah Wirobrajan. Peluh mulai membasahi dahi dan tubuhku karena cuaca hari itu cukup panas. Bus yang aku tunggu pun datang dan membawaku ke Wirobrajan. Sesampainya disana Nina belum kelihatan hingga beberapa menit kemudian aku melihatnya turun dari sebuah bus dan berjalan kearahku.
Kami bergegas menaiki bus Jogja – Wates dan duduk berdampingan karena kebetulan ada 2 bangku yang kosong. Jantungku berdegup kencang, jujur saja aku merasa gugup duduk bersebelahan dengannya, apalagi saat secara tak sengaja kami bertatapan dan lagi-lagi aku terpana melihat senyum manisnya. Aku juga tak sabar ingin mengetahui apa kira-kira jawaban dia tentang pernyataanku kemarin.
Kami turun di pertigaan PLN. Nina memberitahukan alamat rumahnya dan menyuruhku untuk naik ojeg duluan. Aku menuruti saja apa katanya.  Abang tukang ojek membawaku sampai di depan rumah Nina.
“Permisi…!” Kataku.
“Ya, mau nyari siapa? Kata seorang wanita dari dalam rumah.
“Ninanya ada, mba?”
“Oohh.. dia lagi ke Jogja, tapi sebentar lagi juga pulang. Ayo masuk dulu.”
Ternyata wanita itu adalah kakaknya. Dia menanyakan namaku dan mengajakku mengobrol beberapa saat hingga akhirnya Nina datang, dia dibonceng seorang laki-laki dengan motor tua berwarna merah yang ternyata itu adalah teman kakaknya.
“Hai, udah lama nunggu?” Kata Nina.
“Ngga, baru aja kok.” Jawabku.
Kami bersandiwara di depan keluarga Nina, seolah-olah aku dan Nina tidak berangkat bersama. Aku berbincang bersama Nina dan keluarganya sampai sore, aku pun pamit pulang berbarengan dengan teman kakaknya tadi.

16 Oktober 2001

Hari itu aku menelepon Nina di tempat kerjanya. Setelah berbasa basi menanyakan kabar, kuberanikan diri menanyakan jawaban dia atas pernyataan cintaku yang masih di“gantung”nya.
“Oiya… tentang pernyataanku waktu itu, gimana jawabanmu?”
“Hmmm…iya, aku mau jadi pacar kamu.”
“Serius? Kamu yakin ama jawabanmu itu?”
“Serius! Karena kamu udah mau memenuhi permintaanku untuk datang kerumahku dan menemui keluargaku. Itu udah tanda bahwa kamu emang serius.”
“Aku emang ga pernah main-main dalam menjalani hubungan.”
“Iya, aku percaya.”
“Terima kasih atas kepercayaanmu.”
“Sama-sama.”
“Maaf ya, aku harus ke kampus, ada kuliah nih!”
“Oke, makasih udah nelpon aku.”
“Sama-sama, makaasih juga atas jawabannya.”
Dengan perasaan girang bukan main aku berlari masuk lewat gerbang belakang kampus. Sepanjang menyusuri koridor aku terus saja tersenyum layaknya orang gila yang baru saja kabur dari rumah sakit jiwa.

VuL oF LuV