30 May 2016

Cinta Dalam Hati



Pikirku melayang melintasi tumpukan kenangan yang t'lah lalu, terhenti pada ingatan tentang seorang gadis.


Sebenarnya kita berdua dulu satu sekolah, namun meski aku cukup populer di sekolah nampaknya dia tidak mengenalku. Ya, aku seorang anak band yang bisa dikatakan gaul dan disebut artis. Hahaha.. narsis dikit boleh lha ya. Dulu aku sering memperhatikan gadis ini, dia kerap diantar pacarnya sepulang sekolah. Berhubung aku juga masih punya pacar, ya.. aku tidak pernah mengajaknya berkenalan. Setelah lulus, aku tak lagi melihat atau bertemu dengannya. Orangnya biasa saja, tapi entahlah setiap memandangnya seperti ada sesuatu yang berbeda dari gadis lainnya. Unik! Mungkin itu kata-kata yang tepat untuknya. Rambutnya yang panjang, lurus, dan halus terurai lengkap dengan poni di bagian depan. Lesung pipi dan juga cara dia berjalan mengalihkan duniaku, dia tak tahu jika aku memperhatikannya. Dia seperti punya dunia sendiri yang membuatnya bahagia dan aku pun bahagia melihatnya tanpa harus dia tahu.


Setelah lulus dan entah dia melanjutkan sekolah dimana, tiba-tiba aku dapat kontaknya dari grup bbm. Langsung aku add dan kusapa. Tak disangka, dia merespon! Aku sangat bahagia. Aku perhatikan di grup dia komunikatif dengan anggota lainnya, friendly, easy going, supel, ahh pokoknya gitu deh. Komunikasiku dengannya makin intens, cerita tentang masa sekolah pun kuceritakan padanya dan memang benar, dia sama sekali tidak tahu aku siapa. Dia hanya tahu nama band-ku tapi belum pernah menonton saat perform. Aku merasa nyaman dengannya, hari berganti hari, bulan berganti bulan. Aku ingin sekali bertemu langsung dengannya, bukan hanya ngobrol di dunia maya. Akhirnya kita janjian ketemuan.


Di taman itu.. untuk pertama kalinya setelah sekian tahun tak melihatnya, aku terpana. Kami bersalaman. Hmm.. Aroma parfumnya membuatku melayang. Dia cantik, terlihat lebih anggun dan berkelas. Sebenarnya aku sedikit minder. Kami duduk di bangku taman bersebelahan, menceritakan masa-masa sekolah dulu hingga tak terasa hari mulai senja dan kami pun pulang.


Pertemuan pertama itu membuatku ketagihan ingin bertemu lagi. Selanjutnya, kami pergi ke pantai. Aku memberanikan diri menjemput ke kostnya setelah dia memberi tahu dimana alamatnya. Sore itu kami pergi ke sebuah pantai naik vespa kesayanganku. Dia tampak bahagia dan aku suka melihat senyum yang tak henti tergaris diwajahnya. Kami duduk dibawah pohon kelapa yang rindang, memandangi lautan sambil bercerita dan menikmati kelapa muda. Angin sepoi-sepoi mengacak-acak rambutnya yang tergerai indah. Dia berjalan ke air, aku mengikutinya dari belakang. Kami berlari saat ada ombak datang, bermain air, menulis di pasir, tertawa bersama, dan berfoto-foto. Kulitnya tampak memerah terkena sengatan matahari. Ketika kami akan kembali ke pohon kelapa tadi, aku spontan meraih tangannya. Aku gandeng dia, dia tersipu malu. Lalu kami kembali mengobrol sambil menyaksikan matahari terbenam dan aku terus menggenggam tangannya. Aahhh...bahagianya hatiku saat itu. Tubuh ini terasa ringan. Inikah rasanya jatuh cinta?


Sehari saja tak mendengar suaranya, aku rindu... aku galau... Dengan bangga aku ceritakan tentang dia pada semua teman akrab di kantor, teman main di rumah, juga orang tuaku. Apalagi ibu, orang yang sangat kucintai melebihi apapun di dunia ini. Ibuku ikut bahagia mendengar aku sudah menemukan pujaan hati.


Hingga beberapa bulan kemudian ketika aku bercerita pada ibu untuk serius dengannya dan mengatakan bahwa aku dan dia berbeda agama, ibu kaget, ibu marah! Ibu melarangku untuk meneruskan hubungan ini. Aku sedih dan terpukul. Aku cinta dia, tapi aku juga cinta ibuku. Aku bingung harus bagaimana? Ibu melarangku untuk bertemu dengannya lagi karena takut aku semakin mencintainya dan tak bisa lepas darinya. Aku mulai membatasi komunikasiku, tidak ada lagi telpon, hanya bbman saja. Jujur aku berat sekali melakukan ini. Dia mulai curiga mengapa aku seperti menjauh, aku bilang aku sibuk dengan urusan pekerjaan. Seperti yang aku tahu dia juga mencintaiku, meski aku mulai cuek tapi dia tetap memberi perhatian. Aku semakin berat, rasanya seperti ada pisau yang menancap di tenggorokan.


Walau perih, aku harus mengambil keputusan. Aku menjemputnya dan mengajak dia ke sebuah istana peninggalan raja. Kami berdua naik ke pelataran. Satu demi satu anak tangga kunaiki perlahan dengan napas panjang, "Mungkin kah ini keputusan yang tepat?" Tanyaku dalam hati. Sementara dia hanya diam, mungkin dia juga merasa ada sesuatu yang aneh. Sampailah kita di atas pelataran, duduk menghadap hamparan taman istana, sebelah kiri tampak pegunungan yang seperti menyambung dengan lautan disebelah kanan. Sang mentari telah condong di barat, mulai tenggelam dibalik pegunungan.


"Kamu baik-baik aja, kan?" Katanya bertanya padaku.


"Iya, aku baik. Kamu sendiri gimana?"


"Aku juga baik. Hmmm..tapi kenapa aku merasa ada yang beda, kamu ga seperti dulu." Dia berkata dengan terbata dan matanya mulai berkaca-kaca.


Kemudian dia berdiri dan meninggalkanku yang masih duduk di anak tangga paling atas..dia berjalan menuju tiang pelataran. Dia membelakangiku karena tak ingin aku melihatnya meneteskan air mata. Sejenak aku terdiam, lalu berjalan ke arahnya. Kubalikkan tubuhnya ke arahku. Air mata masih mengalir di pipinya. Kuhapus air matanya dan kurapikan syal yang melingkar di lehernya.


"Maafkan aku, aku rasa...aku bukan orang yang tepat untukmu. Sebenarnya awal bertemu denganmu...aku minder. Kamu terlihat begitu berkelas. Kamu pantasnya naik mobil, bukan naik motor panas-panasan denganku. Maafkan aku yang terlalu mencintaimu dan aku tak ingin hidupmu menderita jika bersamaku." Kataku sambil memegang pundaknya, sementara dia diam saja dan terus menangis.


Air matanya semakin deras, aku pun tak kuasa menahan air mataku sendiri. Aku mencium keningnya dan memeluknya erat. Kuantarkan dia pulang, tanpa berkata apa-apa lagi karena aku sudah tak tahan, rasanya seperti seribu pedang menghujam jantungku. Aku pergi begitu saja tanpa menoleh padanya. Aku hanya melihat dari spion dia masih melihat ke arahku hingga wajahnya tak tampak lagi di spionku. Sepanjang jalan aku menangis. Pikiran dan hatiku kacau. Apa yang baru saja kulakukan tadi? Apakah sikapku benar atau salah?


Sejak kejadian itu, aku tak lagi bbm dia meski sebenarnya aku ingin. Dia pun sama sekali tak mengirim bbm. Aku sakit selama beberapa minggu. Perasaan menyesal dan bersalah selalu menghantuiku, tapi aku sayang ibuku. Aku tetap harus hidup karena aku tulang punggung keluargaku.


Gadisku, maafkan aku. Maafkan aku telah membuatmu terluka. Semoga kau bahagia disana. Aku akan tetap mencintaimu selamanya meski hanya dalam angan, pikiran dan hatiku.


Love You

VuL oF LuV