18 May 2011

Backpackeran ke BALI Part 1

“Ughhh… Pengeeeenn banget pergi backpackeraaaan ke Bali!!!”
Mengingat:
Pikiran sudah penat dengan pekerjaan dan beberapa hal yang lumayan memenuhi ruang di otak.
Menimbang:
Bulan April tanggal 22 adalah hari libur, long weekend dan katanya hari Sabtu adalah hari Saraswati.
Memutuskan:
Tanggal 22 April 2011 berangkat backpackeran.

Yeaaayy… asyiiik!!! \(‘o‘)/
Untuk ketiga kalinya aku akan mengunjungi Bali lagi. Sore itu cuaca di Jogja cerah, meski siangnya sempat hujan selama 1 jam. Sebelum berangkat aku pergi ke 7soul untuk mencari tas Ouval lalu ke Phone Market sebentar. Sekitar pukul 7 PM WIB aku berangkat ke bandara, check in, lalu masuk ke ruang tunggu. Menurut jadwal pesawat take off pukul 8.40 PM WIB. Aku pikir jadwalnya on time, eehhh... tiba-tiba diumumkan bahwa pesawatku delay.



Yaahh.. delay deh! :( Akhirnya aku harus menunggu selama 1 jam lagi. Hoaaahmmm… rasa kantuk pun melanda, sepertinya kantong dibawah mata sudah mulai terlihat. Tampak antrian penumpang Lion yang akan menuju Bali berbaris untuk mengambil snack yang disediakan oleh maskapai tersebut. Tak lama kemudian aku tergerak untuk melangkahkan kaki dan ikut berdiri dalam antrian. Setelah mendapat 1 dus snack dan 1 gelas air mineral, aku pun kembali duduk. Kubuka kotak snack tadi, isinya hanya 1 bungkus roti, tidak kumakan, hanya kulihat saja, padahal jujur saja malam itu sebelum ke bandara aku hanya makan sedikit, tapi entah kenapa aku tidak merasa lapar.
“Ting tong ting tong… Penumpang Lion Air JT 0568 tujuan Denpasar Bali dapat memasuki pesawat melalui pintu 1” Aaahh… akhirnya pukul 9.45 PM WIB suara itu ku dengar juga, lalu aku bersegera naik ke pesawat, tepatnya di seat 25B. Perjalanan Jogja – Bali di tempuh sekitar 1 jam. Perjalanan tidak terasa karena selama di pesawat aku tidur J, sekitar pukul 11.45 PM WITA akhirnya sampai di Bandara Ngurah Rai. Di parkiran bandara aku bertemu seorang teman, kayanya sih pernah ketemu tapi ga pernah merhatiin yang mana orangnya. So, baru kali ini aku bertemu dan berbicara langsung dengannya. Meski agak kikuk, tapi mau tak mau aku harus duduk di boncengan motor miliknya. Motor Vespa itu akhirnya meluncur dari parkiran Bandara Ngurah Rai menuju ke Karangasem melewati jalanan sepi dan beberapa kali melewati jalan yang kanan kirinya ppohon-pohon besar. Sejam kemudian sekitar pukul 1.30 AM WITA sampailah aku di penginapan, tetapi baru bisa terlelap pukul 2.30 AM.

Zzzzzzzzzzz………..

Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing…!!!!!!! Alarm HP-ku berbunyi menandakan pukul 5 AM WITA. Aku terbangun, mandi, dan langsung sholat subuh. Oiya roti semalam kan belum aku makan, lumayanlah buat sarapan meski ada beberapa ekor semut di dalamnya. Rencana di hari pertama adalah mengunjungi sekolah SLB, karena di sana akan mengadakan upacara Saraswati. Awalnya aku mau pakai baju adat tapi ga jadi, pakai kaos aja deh. Ok, jam 7.30 AM WITA aku sudah siap berangkat dan menunggu temanku itu datang. Hmm…tepat jam 8 AM WITA dia datang.

Whaaaattt? Tiba-tiba ada kabar bahwa upacara Saraswati sudah selesai. Uuuhh..lemes deh rasanya, secara tujuanku kesana kan untuk meliput acara itu
Meski begitu, kami berdua tetap berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah tampak kerumunan beberapa orang pria berpakaian adat sedang duduk di dekat pintu gerbang. “Hmm..tampang mereka masih muda sekali”, batinku. Kami pun berkenalan. Ada Putu Surya, Wayan Samplag, Agus Sutarjaya, Putu Suardana, dan Ikhsan.

Wealaaahhh, ternyata aku dikerjain, sebenarnya upacara Saraswati belum di mulai. Hmm..masih setengah jam lagi. Sambil menunggu, aku sambi foto-foto selfie dengan beberapa murid.

Oiya… ada seorang guru senior namanya Bu Tri Yanti yang menyambut hangat kedatanganku. Beliau memeluk pundakku dan bercerita bahwa sebenarnya beliau orang Jogja, namun sudah lama tinggal di Bali karena bekerja di sekolah itu dan mendapat suami orang sana. Beliau juga mengenalkan aku pada beberapa guru senior, termasuk Pak Kepala Sekolah yang samah karena mau mengambilkan aku kursi untuk duduk ketika upacara Saraswati berlangsung padahal yang lain duduk di bawah, di depan pura.

Saraswati adalah nama dewi yang menurut orang Hindu dipercayai sebagai dewi ilmu pengetahuan. Upacara ini diadakan pada hari Sabtu setiap 210 hari sekali sebagai wujud rasa terima kasih kepada Sang Pencipta atas turunnya ilmu pengetahuan. Pada hari Saraswati hampir seluruh sekolah di Bali tidak ada kegiatan belajar mengajar. Para guru dan murid berangkat ke sekolah dengan memakai pakaian adat.


Tepat pukul 09.00 WITA upacara Saraswati pun dimulai. Pura yang sudah dihias dengan beraneka ragam bunga, buah dan tak ketinggalan seekor babi guling. “Glekkk”. (Hihihi...kalau kata temanku, babi guling Gianyar terkenal paling uenaaak). Pendeta pun mulai membacakan doa-doa diiringi musik. Para guru dan murid berkumpul di depan pura. Mereka duduk menghadap pura dan mendengarkan doa yang dibacakan. 30 menit kemudian tampillah 6 murid yang menari dihadapan para jamaat selama hampir seperempat jam. Tarian diakhiri dengan para penari masuk kedalam pura dan mengelilinginya. Setelah tarian selesai, doa dilanjutkan lagi kemudian ditutup dengan pembagian air suci oleh pendeta kepada para jamaat. Karena rasa penasarannya, temanku pun ikut duduk diantara barisan jamaat agar bisa diperciki air suci dan meminumnya. (Itu bocah aneh-aneh wae. Hahaha…)

Selesai upacara, semua aneka makanan persembahan dibawa masuk ke ruang guru. Siapapun boleh memakannya. Bu Tri mengajakku masuk dan berkata “ayo mba, ambil aja apa yang dipengenin”. “Iya, terima kasih Bu...”, aku manjawab. Sementara orang-orang sibuk membereskan makanan dan buah-buahan, aku berjalan ke ruangan kepala sekolah. Tampak 2 orang guru sedang sibuk mengiris-iris babi guling untuk dipotong kecil-kecil.

Wohooo… it’s time for lunch!!!

Aku beserta para guru dan murid yang beragama islam makan di ruang guru, menyantap sate kambing. Sementara yang lain ber-megibung-ria di teras kelas yang sudah digelari tikar. Megibung hampir mirip dengan kembulan atau bancakan kalau di Jawa, yaitu makan bersama membentuk lingkaran, bedanya dalam megibung ini nasi dan lauk ditaruh di sebuah tampah besar kemudian dimakan bersama (1 grup megibung terdiri dari 6 orang, harus 6 orang) langsung dari tampah itu dan apabila ada salah seorang yang sudah selesai makan, maka dia tidak boleh berdiri karena kalau berdiri, 5 yang lainnya harus menghentikan makannya.
PP, Pak Kepala Sekolah, Bu Ayu (guru tari), dan 3 orang guru lainnya berada dalam 1 grup megibung. Ada 5 grup megibung; 3 grup guru dan 2 grup murid.



Sementara menunggu temanku menyelesaikan makannya, aku bermain dengan anak-anak yang sudah selesai makan. Belajar beberapa gerakan tari, memotret ruang kelas dan beberapa murid. Karena sebagian besar murid menderita bisu tuli, aku juga sempat diajari sedikit bahasa isyarat. Oiya, aku tadi belum bilang ya kalau sekolah itu adalah sekolah SLB untuk SD-SMP-SMA. 

Megibung pun selesai, Pak Kepala Sekolah mempersilakan aku untuk berkeliling sekolahan. Ternyata guru-guru senior mendapat jatah rumah dinas di lingkungan sekolahan. “Wooooww..enak banget ya mereka, udah PNS dapat rumah pula”. Oiya, di sekolahan itu juga ada asrama untuk siswanya lho… terdiri dari ruang tidur siswi, ruang tidur siswa, ruang makan, dan dapur. Temanku menerangkan setiap bagian yang ada di sekolah itu, mulai dari asrama siswa, rumah para guru, lapangan olahraga dan kebun di belakang asrama. Setelah cukup berkeliling akhirnya aku pulang, tak lupa berpamitan dengan pak Kepala Sekolah yang saat itu sedang berdiri di depan rumahnya. Eehhh…dia kasih buah-buahan lho buat aku. 
“Terima kasih banyak Pak, saya sudah diberi kesempatan untuk meliput acara Saraswati disini” ujarku.
Kepala Sekolah menjawab “Iya, besok kalau ada upacara lagi main saja kesini. Mungkin bulan Juli kami akan mengadakan study tour, ikut saja.” 
Dan aku tidak menjawab, hanya tersenyum saja. "Mau-mau aja, tapi kan aku harus kerja." Kataku mbatin.

Sepanjang perjalanan pulang, aku masih senyum-senyum sendiri. 
“Hmm.. Senangnya pagi ini bisa bertemu dengan banyak orang baru yang baik hati dan ramah”. 


Bersambung…..

09 May 2011

BABEL

Tanjung Kelayang adalah sebuah pantai nelayan yang tenang. Tapi tidak seperti pantai nelayan lain yang pernah saya kunjungi, di pantai ini tidak tercium bau amis. Lautnya tetap biru, bersih, dan hanya sesekali terdengar suara mesin perahu penangkap ikan.

Di sisi kiri terdapat tumpukan bebatuan besar, yang selalu jadi ciri khas pantai-pantai di Belitung. Tempatnya sepi, nyaman, serta luar biasa indah. Tak heran bukit bebatuan tersebut jadi tempat favorit muda-mudi setempat. Bila Anda menaiki bebatuan itu hingga tempat yang cukup tinggi, Anda dapat melihat pemandangan birunya laut, beberapa pulau kecil berwarna hijau serta perahu nelayan di kejauhan. Sungguh liburan impian bagi saya.



Tanjung Tinggi terletak sekitar 3 km dari Tanjung Kelayang. Pantai ini merupakan ceruk yang dibatasi tebing batu. Pantainya cukup pendek, sehingga terasa sangat ramai pada akhir pekan. Dibandingkan dengan Tanjung Kelayang, ada lebih banyak warung makan dan toko kecil di pantai ini.

Setelah puas menikmati pantai di wilayah itu, pada keesokan harinya saya mengunjungi beberapa pulau kecil yang kabarnya sangat indah. Saya mengeluarkan uang untuk menyewa perahu seharga Rp 300 ribu per hari (akan jauh lebih hemat bila datang dengan rombongan).

Ditemani pengemudi perahu, saya berangkat pagi-pagi menuju Pulau Lengkuas dan sampai di sana dalam waktu kira-kira 30 menit.

Setibanya di Pulau Lengkuas, saya tidak sabar untuk segera menaiki mercusuar tua yang dibangun pada zaman Belanda namun masih berdiri kokoh dan berfungsi dengan baik. Ternyata cukup menakutkan.

Mercusuar itu dibangun pada 1882 dan terdiri dari 18 tingkat. Karena saya melepaskan sandal di kapal, kaki saya penuh dengan karat yang menempel di tangga mercusuar. Sedikit terengah-engah, akhirnya saya tiba di lantai paling atas. Pemandangan dari atas tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Langit biru bertemu dengan laut yang tidak kalah birunya. Pohon kelapa melambai-lambai bagai syair dari sebuah lagu lama.



Setelah puas mengambil gambar, saya pun turun untuk menikmati keindahan pulau. Ada beberapa buaian dan bangku kayu yang dipasang petugas mercusuar. Saya beristirahat sejenak kemudian berenang.

Tanpa mengindahkan baju saya yang basah kuyup, saya bergegas menuju perahu dan meminta pengemudi membawa saya ke pulau lain. Berbeda dengan saat berangkat, arus laut menjelang siang jauh lebih tenang. Kami pergi mengunjungi Pulau Burung.

Kami kembali ke Tanjung Kelayang menjelang sore. Perut lapar tak tertahankan. Setelah membersihkan badan, saya segera menuju ke restoran di penginapan. Tentu, saya ingin merasakan masakan khas Belitung, yaitu gangan.

Gangan adalah semacam gulai dengan bahan utama kepala ikan ketarap, namun dengan kuah yang lebih jernih dan segar. Sajian ini tambah istimewa dengan campuran nanas. Anda yang suka cita rasa tom yam, saya yakin akan ketagihan gangan bila mencoba.

Hari terakhir saya habiskan dengan mengelilingi pulau dengan motor sewaan seharga Rp 80 ribu sehari. Saya pergi ke Tanjung Pandan (sekitar 30-40 menit dari Tanjung Kelayang) menempuh jalanan yang cukup halus dan sepi. Hanya beberapa kali saya berpapasan dengan kendaraan lain.

Tetapi, Tanjung Pandan sendiri cukup ramai. Para pedagang durian berderet di depan toko-toko. Sayangnya, karena terlambat berangkat, waktu saya sangat singkat. Setelah berputar-putar di kota, saya pun kembali ke penginapan.

Liburan singkat namun berkesan telah berakhir. Tapi saya pasti akan kembali mengunjungi pantai-pantai indah di bagian timur.


Info akomodasi

Lor Inn mungkin merupakan hotel terbesar. Terletak di dekat Tanjung Tinggi, hotel seharga Rp 500 ribu per malam ini menyediakan berbagai fasilitas. Walau menghadap langsung ke pantai, hotel ini tidak berada di tepinya persis. Anda harus menyeberang jalan untuk sampai ke pantai.

Kelayang Cottages, tempat saya menginap, terdiri dari beberapa pondok kayu bercat warna-warni. Di setiap pondok terdapat sebuah tempat tidur sederhana dengan kelambu dan kamar mandi.

Penginapan ini terletak tepat di Pantai Tanjung Kelayang. Hanya beberapa langkah dari tepi pantai. Harga kamar mulai Rp 150 ribu, dan tersedia layanan antar-jemput ke bandara seharga Rp 150 ribu per trip.

Akomodasi lain di Tanjung Pandan antara lain Hotel Martani dan Wisma Martani.

Pulau Jeju, KOREA SELATAN

Selama beberapa generasi, Pulau Jeju adalah tujuan utama penduduk Korea Selatan untuk berbulan madu. Inilah lima alasannya.



Terletak di lepas pantai Korea Selatan, Jeju-do menerima ribuan pelancong dan pasangan bulan madu.

Penerbangan langsung dari kota-kota besar seperti Tokyo, Osaka, Beijing dan Shanghai (dan dari bandara domestik Korea Selatan) serta persyaratan visa yang mudah semakin menjadikan Jeju tujuan menarik.

Terdapat taman nasional semitropis dengan luas 224 km persegi dan pantai yang penuh dengan air terjun.

Luas Jeju tiga kali lebih besar dari Seoul, tapi hanya setengah juta orang yang tinggal di sana. Akibatnya pulau ini terasa sepi sekaligus santai. Meski Anda tidak sedang berbulan madu, namun berlibur di Jeju akan membuat anda merasa seperti itu.

1. Puncak tertinggi di Korea Selatan


Gunung api Hallasan yang sedang tidur mencapai ketinggian 1950 meter di atas permukaan laut, tapi Anda bisa mendakinya dan turun lagi dalam sehari jika berangkat pagi. Hindari awan hujan di musim panas dan datanglah pada musim semi saat azalea berbunga, atau saat warna-warna musim gugur muncul atau malah musim dingin untuk melihat salju.

Hallasan adalah cagar biosfer UNESCO. Di dalamnya terdapat danau kawah, tanaman pegunungan, burung pematuk, bajing, kupu-kupu dan serangga. Banyak klub pecinta alam secara reguler mendaki jalur-jalur di sini dan melihat 368 gunung api parasit.

Hallasan National Park. www.hallasan.go.kr/english/. Tel: +82 64 713 9950.

2. Tuba lava


Satu lagi taman geologi UNESCO, Gua Manjang (Manjang Cave) memiliki panjang 8 kilometer dan Anda bisa berjalan sedalam 1 kilometer melihat terowongannya yang menyeramkan.

Terbentuk dari lahar yang mendingin, gua ini gelap, dingin, kadang sempit dan licin karena air. Di pojok-pojoknya terdapat kelelawar. Ini jelas bukan tempat bagi Anda yang takut ruang sempit.

Gunakan bus dari Terminal Bus Antarkota Jeju menuju Jocheon (local road 1132) dan turun di Pintu Masuk Manjanggul; dari sana ambil bus shuttle atau jalan kaki 20 menit. Tel +82 64 783 4818.


3. Patung kakek


Jeju sangat bangga dengan angin, batu dan perempuan-perempuan mereka. Bebatuan di sini unik karena terbentuk dari muntahan lahar. Sekitar 90% dari permukaan batunya adalah jenis basalt.

Tembok batu ini melindungi lapangan terbuka dari badai. Sekitar tahun 1750, untuk menakut-nakuti para penyerang, tukang batu mulai memahat “patung kakek” (dolharubang) yang menyeramkan. Patung ini berbentuk phallus yang mirip dengan patung-patung di Easter Island.

Ada 45 patung yang masih berdiri — tapi jangan tertiru dengan yang replika. Batu-batu ini adalah simbol budaya kuno yang unik tentang dewa-dewa dan legenda rakyat.

Tengok patung-patungnya di sekeliling pulau dan cari tahu lebih lanjut di Jeju Stone Park.

4. Perempuan penyelam


Pada zaman ketika para pria Jeju menghilang selama berminggu-minggu di kapal nelayan mereka, harus ada yang tetap tinggal dan mengangkuti batu supaya makanan tersedia di rumah.

Karena padi tak mau tumbuh di pulau yang keras dan berangin ini, perempuan pun belajar menyelam untuk mencari gurita, abalone, kerang, cumi dan rumput laut. Kini, para perempuan laut perkasa ini (haenyo) bisa menyelam 10-20 meter tanpa alat bantu, dan menjadi terkenal seantero Korea Selatan.

Rata-rata haenyo ini berusia 65 tahun. Beberapa orang masih menyelam hingga usia 80 tahun dengan pakaian selam. Anda bisa melihat mereka bekerja di seluruh pulau termasuk Pantai Jungmun, Seogwipo.

Haenyeo Museum. 3204 Hado-ri, Gujwa-eup, Jeju. Tel. +82 64 710 7779. Dari Terminal Bus Ekspres Jeju, ambil bus rute 1132 menuju Saehwa atau Seongsan dan turun di Menara Peringatan Anti-Jepang Jeju Haenyeo (60 menit).


5. Pantai-pantai indah


Pantai Jungmun: Sapuan pemandangan pasir, laut biru dan tanaman hijau merambat. Letaknya tepat di belakang kolam renang ala Vegas yang terdapat di kompleks mega-hotel Lotte World. Ia dilengkapi dengan tebing palsu, perahu kayuh berbentuk angsa dan kincir angin Belanda.

Kecuali ketika musim panas, pantai indah ini kosong. Pantai-pantai lain yang bisa dinikmati untuk berenang atau berselancar adalah Teluk Emerald, Gwakiji, Hamdoek, dan Shinyang.

Pantai Jungmun, Seogwipo, terletak di selatan, sekitar satu jam dari Kota Jeju.

Sumber: Yahoo news


VuL oF LuV