20 May 2011

Perjalanan di Tengah Kebimbangan

Cuaca sekarang sungguh tak dapat di prediksi.
Prakiraan cuaca pun rasanya tak bisa dijadikan dasar hari itu akan hujan atau panas.
Siang hari yang terik bisa seketika berubah menjadi hujan lebat hanya dalam hitungan menit.
Yah, mungkin bumi sudah tua, seiring dengan semakin menipisnya lapisan ozon dan mencairnya es di kutub.

Hari itu, cuaca di Jogja sedikit aneh...
Langit tampak mendung ditutupi awan kelabu. Sang mentari pun tak terlihat.
Namun udara terasa panas, panas seperti saat cuaca terik.
Sempat ku baca beberapa pesan di twitter, seorang teman mengatakan bahwa di Jogja sedang hujan abu.
Hmm... awalnya aku pikir juga begitu, tetapi mengapa aku sama sekali tidak melihat butiran abu di udara, genting, dan jalan.

Siang itu aku ijin dari kantor sekitar jam 12, setelah beberapa pekerjaan aku selesaikan.
Brrrmmm... ku melaju kencang menuju ke Larizo, dekat Kopma UGM untuk mengambil 4 box Bika Ambon.
Kulanjutkan perjalanan menuju Billus Modiste, melihat progress pesananku.
ouwhhfftt... 1 baju bisa dikatakan oke, tetapi tidak untuk yang satunya. Gagal.
Aku rasa dia tidak bisa membuat sesuai dengan keinginanku, lebih mirip baju penyanyi dangdut tepatnya. "Terlalu rame, penuh manik-manik di mana-mana".

Well, 15 menit kemudian aku sampai di rumah.
It's time to packing...
Yah, baguuuusss... koperku penuh! Bukan dengan pakaian, tetapi dengan Bika Ambon. Hehehe...
Jam sudah menunjuk ke arah 01.50 PM, aku bergegas pergi ke Agen Bus di Jalan Wonosari.
Santoso, itu nama bus-nya. Dari luar terlihat sama seperti bus malam lainnya, namun...
Saat kita sudah berada di dalam baru tahu apa perbedaannya, yaitu Jarak antar kursi cukup luas.
Mirip seperti tempat duduk kelas bisnis di pesawat GA. Selain itu tersedia juga bantal dan selimut,
serta kursi yang bisa diluruskan sampai 180 derajat. Terpenting lagi dari semuanya adalah tioletnya yang bersih.

1 jam perjalanan sampailah di Muntilan. Tampak jalanan rusak akibat terkena lahar dingin.
Begitu juga kali yang mengarah ke Candi Borobudur, terlihat lebih lebar dan landai dari sebelumnya.
Sedih rasanya melihat keadaan seperti itu. Kasihan para penduduk yang tinggal di daerah tersebut. :(
Mereka harus selalu waspada karena bila hujan datang, banjir lahar dingin akan melanda.
Bayangkan saja, batu besar yang mungkin tidak akan kuat diangkat oleh 10 orang,
terbawa arus dari puncak Merapi sampai di jalan/ di pemukiman penduduk.

Sampailah aku di pool Santoso, di daerah Magelang Kota.
Cacing dalam perutku sudah menyanyi sedari tadi, maklum siang itu perutku belum terisi makanan sama sekali.
Oopsss.. Bahkan sepertinya sejak pagi aku belum makan.
Dengan sedikit tenaga yang ada kucoba berdiri dari kursi, kukumpulkan kekuatan untuk melangkahkan kaki turun dari bus.
Ahaaa... kulihat ada asap dari arah pintu masuk pool, kuhirup. Hmmm... aroma sate.
Kupercepat langkah kakiku menuju ke sumber asap itu. Sesampainya disana, tanpa pikir panjang langsung aku pesan.
10 tusuk sate dan 2 lontong. Eitss... jangan dilihat dari jumlah pesanannya.
Meski jumlahnya sepuluh tapiiii... satenya mini-mini, alias kueciillll... hahaha...

Tepat di gigitan terakhir, bus siap berangkat lagi melanjutkan perjalanan.
Dengan sedikit berlari aku pun menuju ke bus dan naik, kembali ke tempat dudukku. No. 14.
Setelah Magelang, kota yang dilewati berikutnya adalah Temanggung.
Wow, keren lho pemandangannya. Cuaca mendung dan berkabut tak mengurangi keindahan puncak gunung Sindoro Sumbing.
Begitu juga hamparan sawah yang luas dan hijau, semuanya tampak seperti dalam lukisan.

Melewati kota Parakan, kota Batang dan kota Tegal. Ada yang unik saat melewati kota Batang.
Di sepanjang jalan kita bisa melihat tempat karaoke berbaris.
Anehnya, tempat karaoke tersebut tidak seperti Happy Puppy, Music Box atau Inul Vista yang baru saja buka di Jogja,
tetapi lebih tepat dikatakan rumah. Karena bentuknya seperti rumah tinggal, hanya saja di papan luar atau di jendela
terpampang tulisan "Karaoke". Hmmm...pikiran nakalku tiba-tiba muncul, dalam benakku terbesit pertanyaan
"mungkinkah ini tempat karaoke plus-plus?" hehehe...

Restoran. Tak ingin makan rasanya, tidak berselera dengan masakannya. Tapi apa daya daripada masuk angin.
Akhirnya aku memesan Soto, tanpa kerupuk. Terpaksa ku makan juga soto tak berasa itu.
Hambar. Meski rada aneh, sebagai ganti kerupuk, aku beli Taro.
Sementara aku makan, Blackberry-ku yang baterainya sudah nyaris KO di charge di resto tersebut.
Ku lihat di dinding ada tulisan "Cas HP Rp 2.000,-"

Perjalanan dilanjutkan. Entah melewati kota apalagi, mataku rasanya sudah berat. Rasa kantuk melanda.
Dan malam itu aku tertidur sampai pagi, hingga akhirnya tiba di Cilegon.

Dan seperti itulah perjalananku.

Hahaha... maaf, untuk ending ceritanya mungkin biasa saja. Aku bingung harus cerita apalagi.
Sebenarnya banyak sekali uneg-uneg yang ingin aku sampaikan, tetapi aku butuh waktu.
Mungkin juga aku butuh keberanian untuk mengungkapkannya.

Terima kasih sudah membaca :)

3 comments:

Bagus Suro said...

kenapa judulnya "Perjalanan di Tengah kebimbangan"...
menurut q nie biasa ajah...
pastinya ada alasannya kenapa kok dituliskan bimbang...
he..he..he..
:D
terima kasih...
^_^v

cha said...

hahaha... karena emg lagi bimbang

agen bola said...

wahh.. ternyata yang comment sudah mengerti..
idem aja deh gan


VuL oF LuV