04 February 2013

Puber Pertama

Hari pertama masuk sekolah di salah satu SMP di Jogja, hari dimana tepat 1 bulan aku tinggal bersama Nenekku. Demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik aku terpaksa harus berjauhan dengan orang tua. Pagi itu adalah pagi yang sudah di nanti-nanti. Sepatu baru, alat tulis baru, dan pastinya seragam baru yang tampak kedodoran (padahal sebulan yang lalu saat diukur sudah pas, tapi tidak tau kenapa setelah jadi malah kegedean). Maklum, aku ini memang agak susah makan, mungkin karna masih beradaptasi dengan masakan Nenek. Selesai sarapan aku siap untuk berangkat, pagi itu aku berjalan kaki menuju sekolah yang jaraknya sekitar 1 km. Aku berangkat bersama Ugi, teman yang kukenal saat registrasi pendaftaran sekolah dan rumahnya tidak jauh dari rumah nenekku.

Sampailah kami berdua di sekolah. Lapangan upacara sudah penuh dengan siswa, bagai lautan manusia karena seluruh siswa dari Kelas 1 sampai Kelas 3 berbaur menjadi satu. Upacara pun di mulai selayaknya upacara bendera setiap hari senin yang diadakan sewaktu di Sekolah Dasar. Kata sambutan dari Kepala Sekolah berisi ucapan selamat datang kepada para siswa baru alias siswa kelas1.

Bla..bla...bla..

Upacara selesai!

Siswa baru mulai masuk ke kelas masing-masing sesuai pembagian telah dibacakan ketika pengumuman penerimaan siswa. Aku dan Ugi melangkah menuju kelas yang tadi ditunjukkan oleh Kepala Sekolah saat mendeskripsikan tata letak kelas. "Oh nooo!!!", teriak aku pada Ugi yang selalu berada di sebelahku layaknya bayangan. Ternyata Kelas 1D itu di pojokan, dekat WC, gelap, kumuh pula dan pastinya bau!. Ruangan yang tampak lebih mirip sebuah gudang daripada sebuah tempat untuk belajar itu berhias lumut dibagian pinggir antara lantai dengan tembok, cat tembok yang lembab dan sebagian sudah mengelupas karena basah, serta atap gedek yang hampir amblas karena air hujan dari genteng yang bocor. Seandainya saja waktu itu Tante Citra Prima melihat tempat ini pastilah dia bisa melihat banyak makhluk astral didalamnya yang menurut gosip kakak-kakak kelas sebelumnya, di kelas itu sering ada penampakan sapu terbang. Hiiiiii.....!!! Om Rudi Kawilarang pun pasti setuju bila kelas itu dijadikan tempat uji nyali.

Aku dan Ugi kebagian bangku paling depan, tepatnya di baris kedua dari meja guru. Tak ada satupun orang yang aku kenal diruangan itu selain Ugi, so..selama menunggu Wali Kelas datang aku hanya mengobrol dengan Ugi, sementara siswa yang lain mengobrol dengan teman sebangku atau berjalan-jalan menuju bangku lain, hmmm...mungkin karena mereka berasal dari Sekolah Dasar yang sama, jadi sudah akrab. 15 menit berlalu, hingga akhirnya masuklah seorang Bapak yang tinggi, agak berisi, rambut beruban, dan berkacamata, berumur sekitar 50 tahunan. Dia berdiri di depan kelas menghadap para siswa dan semua siswa pun terdiam, duduk rapi memperhatikan. Dengan suara bass-nya, Bapak tadi memperkenalkan diri sebagai Wali Kelas. "Selamat pagi anak-anak!! Selamat datang di sekolah baru kalian. Nama saya Petrus Waluyo. Saya sebagai Wali Kelas 1D akan membimbing kalian selama 1 tahun, saya juga mengajar Bahasa Indonesia untuk Kelas 1 dan Kelas 3". Seluruh siswa pun tepuk tangan, entah karna riang atau karna bingung harus berkata apa. Hehehe... Lalu pak Petrus pun mengabsen satu persatu muridnya dengan menggunakan sapaan mas untuk nama laki-laki dan mba untuk nama perempuan.

Mulai dari absen dengan huruf abjad A, …dst.

"Mas Susanto!"

"Hadir pak", teriak Susanto dari bangkunya.

Aku selalu mencari arah suara dari setiap jawaban absensi Pak Petrus sambil menyimpan nama dan wajah teman-teman sekelas di memori otakku.

"Mba Sita!"

"Saya pak", teriak Sita.

….. dan tiba saatnya:

"Mas Tessa V.... H....."

"Sa..sa...saya Pak", teriak Aku malu-malu dengan suara lirih sambil mengangkat telapak tangan. Gerrrr....satu kelas pun tertawa terbahak-bahak. "Lho.. maaf, ini nama perempuan toh, saya kira laki-laki. Hehehe", lanjut pak Petrus sambil tertawa mengikuti irama tawa satu kelas.



Semakin hari aku semakin mengenal teman-teman sekelasku. Meskipun aku belum bisa berbahasa Jawa (bicara), tapi setidaknya aku mulai mengerti apa arti dari setiap kata yang diucapkan teman-teman. Selama Kelas 1 aku selalu duduk sebangku dengan Ugi, jajan saat istirahat dengan Ugi, berangkat dan pulang sekolah dengan Ugi, ijin ke toilet juga selalu dengan Ugi (tapi ga satu kamar mandi lho ya, cuma ijinnya aja minta ditemenin), bahkan saat ada kakak kelas 3 yang PDKT dan tiap pulang sekolah ngajak pulang bareng pun, aku selalu dengan Ugi. Ini kejadiannya lucu banget, PDKT itu berlangsung sekitar 3 bulan dan selama itu pula aku, Ugi dan mas Puru selalu pulang sekolah bersama. Meskipun mas Puru itu naik sepeda, tapi dia rela menuntun sepedanya hanya untuk pulang jalan kaki bersama. Dia pernah protes, “Kenapa sih kamu selalu pulang bareng Ugi? Aku kan Cuma mau ngobrol sama kamu aja.” Aku jawab, “Biarin, kan kasian dia, masa gara-gara ada kamu trus aku biarin dia pulang sendiri. Teman macam apa aku ini.” Akhirnya mas Puru, cowo cakep tinggi putih yang jadi idola para cewe di sekolahan itu ga pernah protes lagi soal hal tersebut dan kita pun tetap pulang bersama, bertiga!. Biasanya kita jalan dengan posisi Ugi di sebelah kiriku dan mas Puru di sebelah kananku sambil menuntun sepeda Polygon abu-abu-nya. Suatu hari saat kita pulang sekolah dan melewati sebuah peternakan ayam, di balik semak-semak terdengar bunyi krasak-krusuk, kita bertiga kaget dan terdiam. Lalu “Hwaaa…..!!!”, sontak kita teriak dan lari kocar-kacir karena di kejar anjing. 


Hubungan aku dengan teman-teman sekelas cukup baik, terutama dengan Ugi, Wuri, Aris, Teguh, Santo, Ardhi, Wanto, dan Tri. Ugi, udah jelas dia kan selalu ada dimanapun aku berada; Wuri, teman sebangku mulai Kelas 2 sampai Kelas 3; Aris, sekretaris plus bodyguard-ku yang selalu menjaga dan membantuku; Teguh, teman akrabnya Aris secara rumah mereka tetanggaan jadi kemana-mana selalu berdua, udah kaya orang pacaran. Teguh adalah guru bahasa Jawa-ku, meskipun dia lahir di Bogor tapi dia mahir bahasa Jawa; Santo, dia penghubung kita dengan Dwi si anak paling pintar di kelasku, tapi sayangnya dia pendiam. Jadi semisal ada tugas yang susah dan Santo udah dapat jawaban dari Dwi, nanti Santo yang bagikan jawaban ke geng kita; Ardhi, lucu nih anaknya. Suka ngebanyol. Pertama kenalan ama dia, pas kelas 1, aku di ece-ece “bayi” gara-gara aku selalu bawa botol minuman yang mirip dot kalau ke sekolah; Wanto, agak pendiam orangnya, kecil putih, teman-teman bilang dia mirip Jimmy Lin; Tri, kebetulan di kelas ada 5 orang yang namanya Tri. Tri Anita, Tri Antoro, Tri Hartini, Tri Hartati, Triwiyanto. Nah, Tri yang dimaksud disini adalah yang terakhir. Tri dipilih sebagai Ketua Kelas karena dia berbadan tinggi besar diantara siswa lainnya di Kelas 1D, anehnya dia ga berani sama aku yang berbadan kurus kerempeng (saat itu). Kejadiannya saat hari pertama masuk di Kelas 1, saat Pak Petrus menyuruh Tri untuk mencatat siswa yang keluar dari bangkunya selama Pak Petrus rapat. Saat itu aku ngeyel, aku berjalan ke meja Rina untuk meminjam tipe-x. Tiba-tiba dari arah belakang, temanku memukul dengan gagang sapu ijuk, sontak aku kaget dan langsung mengejarnya, merebut sapunya dan memukulinya dengan sapu tersebut secara membabi-buta. Teman-teman sekelas hanya melihat saja, tanpa melerai, mereka malah bersorak-sorak layaknya supporter gladiator. Drama pun selesai, kami kembali ke tempat duduk masing-masing. Pak Petrus masuk ke dalam ruang kelas dan menanyakan pada Tri, siapa saja siswa yang keluar dari bangkunya dan Tri pun menjawab dengan terbata-bata “Ng..ng..ngga ada pak”. 11 tahun kemudian Tri sempat meneleponku dan menyatakan perasaannya yang dia simpan sejak dulu, dia minta maaf karena baru bisa mengatakannya karena dulu tidak berani dan merasa canggung. Aku hargai pernyataan dan keberaniannya, meskipun aku tidak bisa membalas perasaannya.

Diantara geng kami ada beberapa orang yang menjadi PKS (Petugas Keamanan Sekolah lho ya, bukan nama partai. hehehe), mirip Polisi Sekolah, yaitu aku, Teguh, Wanto, dan Tri. Kami berempat terpilih karena saat Kelas 1 Cawu 1 kami masuk ranking 10 besar. Untuk menjadi PKS, kami dilatih selama 2 minggu full oleh beberapa orang Polisi. Tugas kami mirip Polisi Lalu Lintas, yaitu menjaga lalu lintas pagi (jam masuk sekolah) dan lalu lintas siang (jam pulang sekolah). Kami dipinjami seragam dari sekolah lengkap dengan atributnya setiap kali kami piket. Aku bangga menjadi PKS, piagam PKS dari Kepolisian masih aku simpan rapi, bahkan aku laminating.

Dulu, tak perlu khawatir ketinggalan pelajaran saat aku dapat jatah piket PKS karena selalu ada Aris yang bersedia dengan senang hati mencatat materi dari guru di buku-ku. Semisal materi itu di dikte (bukan di tulis di papan tulis) dan Aris tidak sempat mencatat di buku-ku karena dia harus mencatat di bukunya sendiri, maka dia akan membawa pulang buku-ku dan mengembalikannya besok pagi lengkap dengan catatan materi dari guru dan dari dia sendiri. Lho? Iya, biasanya dia menulis PS di bagian bawah halaman, contohnya : “Belajar yang rajin, jangan nonton TV mulu!!!” atau “You are my best friend forever” atau digambari kartun yang lucu-lucu. Teguh juga hobinya menggambar, sampai sekarang aku masih ingat hasil gambarannya di buku PPKn-ku yang dipinjamkan perpustakaan untuk siswa dan harus dikembalikan saat siswa naik kelas. Gambar Es ….. *sensored* hehehe… Kadang dia juga jadi sekretaris-ku saat Aris tak masuk sekolah, tapi hal itu jarang terjadi. Bisa dibilang buku tulis-ku itu tak ada yang rapi, berantakan tulisannya karena didalamnya bukan hanya tulisan tanganku, tapi tulisan Aris, Teguh atau yang lainnya, plus disertai gambar-gambar ga jelas, tetapi tetap Aris yang paling banyak. Perkenalan dengan Aris diawali dengan ejek-ejekan sepatu. Waktu Kelas 1 sepatuku sama merk-nya (beda model) dengan sepatu Aris, tetapi Aris menganggap sepatunyalah yang paling bagus. Kerjaan kita setiap hari adalah ece-ecean sepatu dan saling menginjak sepatu satu sama lain. Tepat 3 Desember 1997, Aris berulangtahun ke-13 dan aku iseng dengan memberinya kado 3 bungkus permen Bentos yang aku beli sehari sebelumnya di warung dekat rumah nenek saat aku di suruh nenekku membeli bohlam 5 watt. Permen itu aku masukkan ke dalam kardus bohlam dan keesokan paginya aku berikan ke Aris. Tak kusangka kado itu sangat berarti baginya (dia mengatakan itu dalam surat yang dia berikan saat kelulusan SMP). Sejak pemberian kado itu, dia tak pernah lagi mengejek/ menginjak sepatuku dan sejak saat itu pula dia selalu menjaga dan membantuku. Sebenarnya aku dan semua anggota geng-ku juga selalu bermain bersama teman-teman lainnya, hanya saja kami selalu kompak dan selalu bersama kemana-mana, makanya aku sebut sebagai “geng” meskipun kita tak pernah menyatakan diri untuk membentuk geng. Misalnya saja saat ada teman sekelas yang sakit atau membutuhkan bantuan, aku dan geng-ku menengok bersama-sama. Kita memang usil, tetapi tak pernah merugikan oranglain. Kita tak pernah bolos, tapi kalau contek-contekan sih iya, kadang-kadang, itu pun cuma beberapa soal aja. Kenakalan kita hanya sebatas rame di kelas dan masuk ke kelas lewat jendela sehabis olahraga di lapangan belakang sekolah.

Berikut beberapa kegiatanku selama SMP :

PKS
Anggota PKS yang berjumlah sekitar 40 siswa yang diambil dari siswa dengan ranking 10 besar dari 4 kelas. Kami berlatih setiap hari selama 2 minggu setelah pulang sekolah (kalau tidak salah mulai jam 3 – jam 5 sore) di halaman belakang sekolah. Materi dan prakteknya tentang baris-berbaris dan dasar-dasar peraturan lalu lintas (fungsi dan manfaat rambu-rambu). Salah satu diantara Polisi yang mengajar, ada Polisi muda (aku lupa namanya). Tanpa sengaja aku sering lihat dia sedang memperhatikan aku, sepertinya dia suka padaku (PeDe dikit gpp yah). Niat jahilku muncul, bukan untuk hal yang buruk, hanya test case. Aku mengajak beberapa orang teman cewe berjalan mendekatinya dan berpura-pura kepanasan. “Aduh Kak, kita cape plus kepanasan..boleh istirahat dulu ga? Haus banget”, kataku sambil menyeka keringat. Dia tampak salting dan akhirnya menjawab “Oke, kalian boleh istirahat 10 menit”. Kami pun akhirnya bisa ngadem dulu setelah 1 jam kepanasan. Aku pun berteduh di bawah pohon di pinggir lapangan, tak lama kemudian Polisi muda itu mendekatiku dan menyodorkan sebotol air mineral. “Ini buat kamu”, katanya. “Ahaa!! tebakanku ternyata benar”, kataku dalam hati.

Ekskul Badminton
Jujur, aku ikut ini karena Aris juga ikut ekskul ini. Sebenarnya pengen ikut teater, sayangnya tidak ada.

Pramuka
Aku sangat suka kegiatan Pramuka dan aku memiliki semua atribut Pramuka yang lengkap sejak SD. Pramuka itu penuh dengan kegiatan petualangan. Jiwa bertualangku turun dari darah mama yang mengalir deras ditubuhku. Oiya, Pramuka di SMP ku itu sering sekali melakukan kunjungan ke SMP lain, sehingga aku punya banyak teman di luar SMPku. Sebut saja namanya Bayu, dia menitipkan surat pada teman sekelasku yang isinya mengajak berkenalan dan disitu dia menulis bahwa dia tahu aku saat Regu Pramuka Sekolah-ku berkunjung ke Sekolahnya.

Bakti Husada
Sebenarnya kegiatan ini mirip dengan Pramuka, tetapi lebih ke arah kesehatan, bukan petualangan dalam bahasa Inggris sering disebut scout medical and emergency unit. Waktu itu, kelas 2 SMP aku ikut lomba Bakti Husada bersama beberapa teman yang terpilih dari sekolahku. Kami latihan bersama teman-teman yang terpilih juga dari SMP lain di Lapangan Puskesmas Kecamatan setiap jam 3 sore. Kami diminta untuk berlatih formasi, setiap orang punya tugas sendiri-sendiri. Aku dapat tugas di lini depan sebagai penerima tamu dan memberikan sambutan selamat datang dengan menggunakan bahasa bendera, yaitu Semapur.

Penyuluhan Kesehatan
Waktu itu setiap sekolah di Kabupatenku diminta untuk mengirimkan wakilnya ke Dinas Kesehatan Kabupaten untuk mengikuti penyuluhan kesehatan remaja, kalau tidak salah temanya tentang Narkoba dan Seks Bebas. Aku dan Vika (siswa kelas 1B) menjadi wakil dari sekolahku untuk hadir di acara tersebut. Kami berdua diantar menggunakan mobil sekolah ke Dinas Kesehatan Kabupaten dan pulangnya di jemput lagi, enak banget kan? Padahal tugas kita hanya mendengarkan, makan snack dan dapat uang transport Rp20.000,- setiap kali datang. Kegiatan itu berlangsung sekitar 4 bulan (1 Cawu). Setelah mengikuti kegiatan tersebut, aku dan Vika diminta untuk mensosialisasikan kepada teman-teman Kelas 1 sampai Kelas 3 mengenai Dampak Negatif dari Narkoba dan Seks Bebas.

OSIS
Sempat dijadikan kandidat sebagai Ketua OSIS, tapi aku menolak. Hanya sebentar aku ikut di organisasi ini, aku merasa tidak nyaman ikut di dalamnya, mayoritas isinya kakak kelas yang bergaya sok-sokan, maaf ya bukannya bermaksud ngece.

Bahagianya kalau ingat masa SMP dulu. Sekolah itu tempat bermain, sisanya? tempat belajar. Sekarang sudah sangat jarang bertemu mereka, Ugi sudah sibuk mengurus kedua anaknya; Wuri dan Santo entah dimana keberadaannya; Tri sibuk berkarir di Karawang; Aris meninggal karena kecelakaan motor; Ardhi meninggal setelah operasi usus buntu; Wanto menjadi salah satu korban yang tewas terperangkap di dalam bunker saat Merapi meletus tahun 2006 silam. Lalu Teguh? kemana dia? nah, itu dia setelah 11 tahun tidak bertemu, akhirnya tahun 2011 dia datang menemuiku dan melamarku.. ternyata sudah sejak SMP dia memendam rasa. Hehehe.. menakjubkan!! bisa selama itu memendam rasa. Sekarang dia udah menjadi imam di rumahku (dibaca: suami). Ya, begitulah hidup tidak pernah ada yang bisa menebak apa yang akan terjadi di kemudian hari. So, yang perlu dilakukan hari ini adalah terus BERBUAT BAIK, coz hari ini akan menjadi sejarah di masa yang akan datang.


To all my friend, I love u guys!!! ^_^



VuL oF LuV