01 February 2013

Bocah Tua Nakal


Aku hanyalah seorang ARDI, teman-teman memanggilku “kakek” atau Om Pentoel Onde Mande atau Buyung. Nama lengkapku Ardy Pentoel Saputra Joyodiningrat. Panggilan kakek bermula saat aku duduk dibangku Sekolah Dasar, tepatnya di SD Negeri 2 Cilegon kelas 4B. Tubuhku pada waktu itu bisa dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan teman-teman yang lain. Badanku kurus hanya terlihat tulang yang berbalut kulit sawo matang. Mataku saat itu belum berkacamata, agak sedikit sipit, tapi sedikit lho ya...cuma sedikit. Hehehe... Rambutku yang ikal berwarna kecoklatan, mungkin karena aku sering bermain dibawah sinar matahari, maklum dulu hobiku adalah bermain layangan. Gigiku yang putih tersusun rapi, terlihat jelas ketika aku tertawa dan saat itu juga terlihat cekungan di pipiku yang tampak seperti "kempot" karena itu aku sering dipanggil "kakek" atau "pak Tile" oleh teman-teman di kelas. Masih ingat kan sosok pak Tile, artis senior yang naik daun pada tahun 90-an karena sering muncul dalam film Warkop DKI, nah mirip seperti itulah aku.  
penampakan sang KAKEK
 Hari pertama di kelas 4B diawali dengan pembagian tempat duduk dan pemilihan pengurus kelas. Wajah para siswa kala itu tampak sumringah, mereka senang karena mendapat kelas yang bagus (Bangunannya bekas peninggalan Belanda. Atapnya tinggi, pintu dan jendelanya besar, khas sekali bentuk bangunan Eropa. Di sekolah hanya kelas 4A, 4B dan 5B saja yang bentuknya seperti ini), dekat lapangan olahraga, dekat kantin dan juga dekat kantor Kepala Sekolah. Wali kelasnya pun cantik, Bu Vivi namanya. Beliau baru saja lulus kuliah dan langsung bekerja di SD-ku. Orangnya tinggi, langsing, berkulit putih, berambut pendek dan berkacamata.

"Stevia... Ardi... Kalian berdua duduk dibangku belakang sisi kanan!" Begitu teriak bu Vivi saat sesi pengaturan tempat duduk di kelas 4B.

Aku menuruti apa kata Bu Vivi. Awalnya aku duduk dibangku paling depan baris kedua dari sisi kanan kelas. Aku berjalan menuju bangku paling belakang dan duduk dipinggir. Tak lama kemudian Stevia menyusul, aku persilakan dia duduk mepet tembok. 

"Geser!" Teriak Stevia, memintaku bergeser ke sisi dalam, mepet tembok.

"Gak mau! Kamu aja yang duduk dekat tembok, aku udah pewe duduk disini." Jawabku.

"Iiiiihh.. gak mau! Kamu aja sana yang dipojokan. Aku gak suka, lembab!" Kata Stevia tak mau mengalah. 

"Ya udah, ya udah aku yang di pojok!" Kataku dengan sedikit kesal sambil bergeser ke pojok. 

Bu Guru akhirnya selesai mengatur, semua murid sudah menempati tempat duduk yang telah ditentukan. Proses pemilihan Ketua Kelas pun berjalan lancar. Pemilihan melalui sistem polling berhasil memenangkan Mu’man sebagai Ketua Kelas 4B. Dugaanku, dia terpilih karena badannya paling besar dan wajahnya paling sangar. Hehehe…

Pelajaran hari pertama adalah PPKN, secara acak Bu Guru meminta salah satu murid untuk membaca materi yang ada di buku Paket. Giliran pertama jatuh pada Megy, murid-murid yang lain diminta mendengarkan dan siap-siap ditunjuk untuk membaca kelanjutannya.

Tiba-tiba…
Ardi, lanjutkan.” Bu Vivi teriak dari mejanya.

Aku gelagapan karena tidak menduga akan ditunjuk selanjutnya. Sedari tadi aku tidak memperhatikan Megy membaca, tapi malah sibuk membuat tulisan graffiti di buku tulisku.

Stev, sampai mana tadi si Megy bacanya?” Aku meminta bantuan Stevia.

Huuhhh…makanya diperhatiin! Nih, sampai sini!” Kata Stevia sambil mengangkat buku paketnya ke arahku dan menunjukkan sampai dimana bacaan Megy selesai.

Aku mulai membaca kalimat per kalimat, hingga tiba-tiba suasana menjadi gerrrrr

Hahahahahahahaha…” Seisi kelas tertawa.

Mereka tertawa gara-gara aku membaca kata GBHN bukan dengan ejaan ge be ha en, tetapi ge be ha hen. Riuh tawa kembali terulang saat aku membaca kata PROPINSI, menjadi pompinsi.
Sejak itu, aku sering menjadi bahan olok-olokan teman-teman sekelas. Mereka mengolokku dengan kalimat, “Kempot sih, jadi kalau baca salah-salah mulu.

Stevia, teman sebangku-ku. Dia ini orangnya metal, meskipun wujudnya cewek, tapi penampilan dan gayanya tomboy. Seingatku, hanya sekitar 3 bulan saja aku duduk sebangku dengannya hingga akhirnya bu Vivi memindahkanku kebangku lain. Kami tak akur. Memang sih, dulu itu aku sangat hiper aktif. Aku suka sekali menjahilinya, sebenarnya bukan hanya menjahili dia saja, teman-teman yang lain juga, tapi karena aku sebangku dengannya maka dia yang lebih sering jadi sasaran keusilanku. Kalau dia sudah marah, kita bisa gontok-gontokan. Terkadang aku yang kalah. Saat di sekolah sih tidak terasa sakitnya, tapi begitu malam hari saat mau tidur, mulailah linu-linu tulangku. Tetapi, aku memang tidak pernah kapok, keesokan harinya aku berantem lagi dengannya karena dia mengejekku “pompinsi…pompinsi wekk wekk kakek bacanya pompinsi.” Aku tidak terima, terjadilah perkelahian lagi. Kami berkelahi setiap hari, entah itu aku atau Stevia yang memulai duluan. Pukul-pukulan, cakar-cakaran dan jambak-jambakan sudah menjadi “makanan” yang biasa, bahkan saat pelajaran berlangsung pun kami tidak peduli, terus saja berkelahi. Bu Vivi pernah mencoba menengahkan kami, hanya reda sebentar, keesokan harinya pasti berkelahi lagi. Teman-teman yang lain tak ada yang berani melerai, begitu juga dengan Ketua Kelas, mereka hanya bisa mencari aman dengan menonton kami berkelahi atau melaporkannya pada Bu Vivi. Akhirnya, Bu Vivi menyuruhku untuk pindah tempat duduk, bertukar dengan Hidayat. Jadi, Stevia dengan Hidayat dan aku dengan Putri.

Pindah tempat duduk dan berganti teman sebangku tak mengubah kebiasaanku. Aku tetap jahil. Sering aku menyembunyikan pensil Putri atau barang-barang lainnya, tapi aku hanya usil lho ya, bukan mencuri. Barang yang aku sembunyikan pasti akan aku kembalikan bila sudah waktunya. Putri orang yang pemalu dan pendiam, berbeda 180 derajat dengan Stevia. Saat dijahili, Putri tak pernah membalas, dia hanya diam saja, mungkin karena dia takut padaku atau bahkan bila aku sudah kelewatan, dia juga tetap tidak membalas. Satu-satunya jurus andalan dia adalah menangis. Nah, kalau sudah begitu, biasanya barang yang aku sembunyikan, aku kembalikan.

Kenaikan kelas membuat aku menjadi sedikit dewasa. Meskipun masih tetap suka usil, tapi sudah tidak keterlaluan, hanya usil lewat ucapan saja. Ejek-ejekan atau olok-olokan. Kelas 5 dan kelas 6 aku lalui dengan baik, sedikit demi sedikit prestasi akademikku meningkat. Tradisi di sekolah yang biasanya mengoplos muridnya setiap kenaikan kelas, tidak ada lagi saat zamanku. Jadi, teman-temanku dari kelas 4 sampai kelas 6 masih sama. Hal ini membuat kami menjadi semakin akrab. Teman yang paling akrab adalah Indra. Dia satu suku denganku, yaitu suku Minang. Rumahnya juga berdekatan dengan rumahku, sehingga kami juga biasa main bersama di rumah.

Kelulusan SD membuat aku harus berpisah dengan beberapa teman, karena mereka melanjutkan sekolah diluar kota. Diterima di SMP membuatku bahagia karena sebelumnya aku sempat was-was, takut jikalau hasil Ujian Akhirku tidak bagus. Aku bersyukur bisa melanjutkan di sekolah negeri, bila tidak dapat negeri mungkin aku tidak sekolah. Keluargaku adalah keluarga yang sederhana. Sejak ayahku tiada, ibulah yang menjadi tulang punggung keluarga. Ibu mempunyai sebuah kios di Pasar Baru dan hanya itulah tumpuan hidup keluargaku. Kedua kakakku pun saat itu masih mengenyam bangku sekolah.

Masa-masa SMP adalah yang terindah sepanjang menempuh pendidikan. Saat itu aku mulai mengenal yang namanya cinta. Sempat juga mendapat malu gara-gara ketahuan merokok di sekolah oleh Pembina OSIS sampai ditampar didepan murid-murid yang lainnya, hal itu membuatku jera dan tak mengulanginya lagi. Aku semakin giat belajar, nilai raportku Kelas 1 di atas rata-rata. Aku merasa semua mata pelajaran terlihat sangat mudah, sehingga aku mencoba peruntungan di kegiatan non akademik. Mencalonkan diri menjadi Ketua OSIS membutuhkan keberanian yang besar, tapi aku tak mau mundur. Berkas-berkas persyaratan sudah diberikan dan tinggal menunggu hasilnya. Sedikit tak yakin akan menang, namun dewi fortuna ada dipihakku. Aku terpilih sebagai Ketua OSIS periode 1998 – 1999. Jabatan ini membuat aku semakin sibuk. Program kerja OSIS yang aku susun cukup banyak, baik kegiatan di dalam atau di luar sekolah. Mulai dari mengurus ekskul, lomba gerak jalan, hiking, MC untuk beberapa acara dan lain sebagainya. Pernah waktu itu aku terlalu sibuk mengurus berkas untuk lomba gerak jalan sampai tidak sempat sholat Jum’at. Saking banyaknya program yang aku buat, hingga teman-teman mengecapku sebagai Ketua OSIS gila.

Jabatan sebagai Ketua OSIS menjadikan aku layaknya selebritis di sekolah, semua orang mengenalku dan itu memudahkanku untuk mendapatkan cewek. Tak sedikit cewek yang mendekatiku, tapi aku tahu bahwa mereka begitu hanya karena aku ini seorang Ketua OSIS. Bagaimana bila aku hanya orang biasa, apakah mereka masih bersikap begitu? I’m not sure.
Cinta monyetku yang pertama adalah Widi, nama lengkapnya Widi Lestari. Dia berbeda dengan cewek-cewek maniak yang mengejar-ngejar aku. Dia manis, imut dan pintar. Aku menyukai kepribadiannya. Masih tergambar jelas wajahnya di pikiranku saat kita berdua diminta membacakan puisi didepan teman-teman. Dia terlihat gugup, tapi aku tahu dia berusaha menyembunyikannya.

Prestasiku yang bagus di kelas 1 membuatku mendapat beasiswa Siemens. Beasiswa ini aku terima selama kelas 2. Aku senang, namun tak berlangsung lama. Kegiatan OSIS menyebabkan waktuku untuk belajar menjadi berkurang. Di kelas 2 prestasiku menurun, mulai dari caturwulan 1 sampai caturwulan 3 tak ada ranking kudapat. Berdasarkan pengalaman di kelas 2, aku mulai mengurangi kegiatan non akademikku di kelas 3. Aku terus belajar dengan giat, hasilnya selama kelas 3 aku selalu mendapat ranking 2 di kelas dan aku pun lulus dari SMP dengan nilai yang memuaskan hingga aku bisa diterima di SMU Negeri 1 Cilegon.

Masa puberku di SMU tidak terlalu berkesan, yang aku ingat hanya saat aku dimarahi oleh guru Fisika karena nakal dan saat itu aku punya seorang soulmate yang bernama Goday. Setelah lulus dari SMU aku sempat berpacaran dengan seorang penyanyi dangdut, namun itu hanya bertahan 7 bulan karena lelah sering diselingkuhi. Pernah juga aku berpacaran dengan seorang SPG, itu pun tak berlangsung lama, hanya 2 bulan saja. Setelah itu aku hanya TTM atau HTS-an dengan beberapa orang.

Kebiasaan usil dan gombalku yang sudah ada sejak kecil masih terbawa sampai sekarang. Aku bahagia memiliki banyak teman. Mereka pun sudah tidak asing mendengar gombalan-gombalanku. Hubunganku dengan teman-teman SD sampai SMU masih terjalin baik, kami sering mengadakan reuni setiap tahun pada bulan puasa dan aku sebagai ketua panitianya. Kesibukanku saat ini adalah mencoba membangkitkan usahaku kembali. Setahun yang lalu, kiosku terbakar dan semua isinya lenyap. Aku terpuruk, tapi aku harus kuat demi keluargaku. Mencoba bangkit dan berpositif thinking, aku yakin Tuhan pasti punya rencana yang indah buat aku dan pasti ada hikmah dibalik semua ini. Terima kasih untuk teman-teman yang selalu ada buatku dan memberiku semangat. You’re the best !!!

5 comments:

Indra said...

Nice Story,,,
keep fighting for U'r future Bro Pentoel..
Allah never sleep.

cha qyute said...

Yupz... Semua akan indah pd waktunya.
Teruslah berusaha dan berdoa.
I wish u find ur sweetheart soon. Amin :)

Unknown said...

good story...cha main juga ya blog aye, www.threelas.com ;)

Anonymous said...

wow ...

budisapt said...

semangat!!!


VuL oF LuV