Aku hanyalah
seorang ARDI, teman-teman memanggilku “kakek” atau Om Pentoel Onde Mande atau
Buyung. Nama lengkapku Ardy Pentoel Saputra Joyodiningrat. Panggilan kakek
bermula saat aku duduk dibangku Sekolah Dasar, tepatnya di SD Negeri 2 Cilegon
kelas 4B. Tubuhku pada waktu itu bisa dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan
teman-teman yang lain. Badanku kurus hanya terlihat tulang yang berbalut kulit
sawo matang. Mataku saat itu belum berkacamata, agak sedikit sipit, tapi sedikit
lho ya...cuma sedikit. Hehehe... Rambutku
yang ikal berwarna kecoklatan, mungkin karena aku sering bermain dibawah sinar
matahari, maklum dulu hobiku adalah bermain layangan. Gigiku yang putih
tersusun rapi, terlihat jelas ketika aku tertawa dan saat itu juga terlihat
cekungan di pipiku yang tampak seperti "kempot" karena itu aku sering
dipanggil "kakek" atau "pak Tile" oleh teman-teman di
kelas. Masih ingat kan sosok pak Tile, artis senior yang naik daun pada
tahun 90-an karena sering muncul dalam film Warkop DKI, nah mirip seperti
itulah aku.
Hari pertama di
kelas 4B diawali dengan pembagian tempat duduk dan pemilihan pengurus kelas. Wajah
para siswa kala itu tampak sumringah,
mereka senang karena mendapat kelas yang bagus (Bangunannya bekas peninggalan
Belanda. Atapnya tinggi, pintu dan jendelanya besar, khas sekali bentuk
bangunan Eropa. Di sekolah hanya kelas 4A, 4B dan 5B saja yang bentuknya
seperti ini), dekat lapangan olahraga, dekat kantin dan juga dekat kantor
Kepala Sekolah. Wali kelasnya pun cantik, Bu Vivi namanya. Beliau baru saja
lulus kuliah dan langsung bekerja di SD-ku. Orangnya tinggi, langsing, berkulit
putih, berambut pendek dan berkacamata.
penampakan sang KAKEK |
"Stevia... Ardi... Kalian berdua duduk dibangku
belakang sisi kanan!" Begitu teriak bu Vivi saat sesi pengaturan
tempat duduk di kelas 4B.
Aku menuruti apa
kata Bu Vivi. Awalnya aku duduk dibangku paling depan baris kedua dari sisi
kanan kelas. Aku berjalan menuju bangku paling belakang dan duduk dipinggir. Tak
lama kemudian Stevia menyusul, aku persilakan dia duduk mepet
tembok.
"Geser!" Teriak Stevia, memintaku
bergeser ke sisi dalam, mepet tembok.
"Gak mau! Kamu aja yang duduk dekat tembok,
aku udah pewe duduk disini."
Jawabku.
"Iiiiihh.. gak mau! Kamu aja sana yang dipojokan.
Aku gak suka, lembab!" Kata Stevia tak mau mengalah.
"Ya udah, ya udah aku yang di pojok!"
Kataku dengan sedikit kesal sambil bergeser ke pojok.
Bu Guru akhirnya
selesai mengatur, semua murid sudah menempati tempat duduk yang telah
ditentukan. Proses pemilihan Ketua Kelas pun berjalan lancar. Pemilihan melalui
sistem polling berhasil memenangkan
Mu’man sebagai Ketua Kelas 4B. Dugaanku, dia terpilih karena badannya paling
besar dan wajahnya paling sangar.
Hehehe…
Pelajaran hari
pertama adalah PPKN, secara acak Bu Guru meminta salah satu murid untuk membaca
materi yang ada di buku Paket. Giliran pertama jatuh pada Megy, murid-murid
yang lain diminta mendengarkan dan siap-siap ditunjuk untuk membaca kelanjutannya.
Tiba-tiba…
“Ardi, lanjutkan.” Bu Vivi teriak dari
mejanya.
Aku gelagapan
karena tidak menduga akan ditunjuk selanjutnya. Sedari tadi aku tidak
memperhatikan Megy membaca, tapi malah sibuk membuat tulisan graffiti di buku
tulisku.
“Stev, sampai mana tadi si Megy bacanya?”
Aku meminta bantuan Stevia.
“Huuhhh…makanya diperhatiin! Nih, sampai sini!”
Kata Stevia sambil mengangkat buku paketnya ke arahku dan menunjukkan sampai
dimana bacaan Megy selesai.
Aku mulai
membaca kalimat per kalimat, hingga tiba-tiba suasana menjadi gerrrrr…
“Hahahahahahahaha…” Seisi kelas tertawa.
Mereka tertawa
gara-gara aku membaca kata GBHN bukan dengan ejaan ge be ha en, tetapi ge be ha
hen. Riuh tawa kembali terulang saat aku membaca kata PROPINSI, menjadi pompinsi.
Sejak itu, aku sering
menjadi bahan olok-olokan teman-teman sekelas. Mereka mengolokku dengan kalimat,
“Kempot sih, jadi kalau baca salah-salah
mulu.”
Stevia, teman
sebangku-ku. Dia ini orangnya metal, meskipun wujudnya cewek, tapi penampilan dan gayanya tomboy. Seingatku, hanya sekitar 3 bulan saja aku duduk sebangku
dengannya hingga akhirnya bu Vivi memindahkanku kebangku lain. Kami tak akur. Memang
sih, dulu itu aku sangat hiper aktif. Aku suka sekali menjahilinya, sebenarnya
bukan hanya menjahili dia saja, teman-teman yang lain juga, tapi karena aku
sebangku dengannya maka dia yang lebih sering jadi sasaran keusilanku. Kalau dia
sudah marah, kita bisa gontok-gontokan. Terkadang aku yang kalah. Saat di
sekolah sih tidak terasa sakitnya, tapi begitu malam hari saat mau tidur, mulailah
linu-linu tulangku. Tetapi, aku memang tidak pernah kapok, keesokan harinya aku
berantem lagi dengannya karena dia mengejekku “pompinsi…pompinsi wekk wekk kakek bacanya pompinsi.” Aku tidak
terima, terjadilah perkelahian lagi. Kami berkelahi setiap hari, entah itu aku atau
Stevia yang memulai duluan. Pukul-pukulan, cakar-cakaran dan jambak-jambakan
sudah menjadi “makanan” yang biasa, bahkan saat pelajaran berlangsung pun kami
tidak peduli, terus saja berkelahi. Bu Vivi pernah mencoba menengahkan kami,
hanya reda sebentar, keesokan harinya pasti berkelahi lagi. Teman-teman yang
lain tak ada yang berani melerai, begitu juga dengan Ketua Kelas, mereka hanya
bisa mencari aman dengan menonton kami berkelahi atau melaporkannya pada Bu
Vivi. Akhirnya, Bu Vivi menyuruhku untuk pindah tempat duduk, bertukar dengan
Hidayat. Jadi, Stevia dengan Hidayat dan aku dengan Putri.
Pindah tempat
duduk dan berganti teman sebangku tak mengubah kebiasaanku. Aku tetap jahil. Sering
aku menyembunyikan pensil Putri atau barang-barang lainnya, tapi aku hanya usil
lho ya, bukan mencuri. Barang yang
aku sembunyikan pasti akan aku kembalikan bila sudah waktunya. Putri orang yang
pemalu dan pendiam, berbeda 180 derajat dengan Stevia. Saat dijahili, Putri tak
pernah membalas, dia hanya diam saja, mungkin karena dia takut padaku atau
bahkan bila aku sudah kelewatan, dia juga tetap tidak membalas. Satu-satunya
jurus andalan dia adalah menangis. Nah, kalau sudah begitu, biasanya barang
yang aku sembunyikan, aku kembalikan.
Kenaikan kelas
membuat aku menjadi sedikit dewasa. Meskipun masih tetap suka usil, tapi sudah
tidak keterlaluan, hanya usil lewat ucapan saja. Ejek-ejekan atau olok-olokan. Kelas
5 dan kelas 6 aku lalui dengan baik, sedikit demi sedikit prestasi akademikku
meningkat. Tradisi di sekolah yang biasanya mengoplos
muridnya setiap kenaikan kelas, tidak ada lagi saat zamanku. Jadi,
teman-temanku dari kelas 4 sampai kelas 6 masih sama. Hal ini membuat kami
menjadi semakin akrab. Teman yang paling akrab adalah Indra. Dia satu suku
denganku, yaitu suku Minang. Rumahnya juga berdekatan dengan rumahku, sehingga
kami juga biasa main bersama di rumah.
Kelulusan SD
membuat aku harus berpisah dengan beberapa teman, karena mereka melanjutkan
sekolah diluar kota. Diterima di SMP membuatku bahagia karena sebelumnya aku
sempat was-was, takut jikalau hasil Ujian Akhirku tidak bagus. Aku bersyukur
bisa melanjutkan di sekolah negeri, bila tidak dapat negeri mungkin aku tidak
sekolah. Keluargaku adalah keluarga yang sederhana. Sejak ayahku tiada, ibulah
yang menjadi tulang punggung keluarga. Ibu mempunyai sebuah kios di Pasar Baru
dan hanya itulah tumpuan hidup keluargaku. Kedua kakakku pun saat itu masih
mengenyam bangku sekolah.
Masa-masa SMP
adalah yang terindah sepanjang menempuh pendidikan. Saat itu aku mulai mengenal
yang namanya cinta. Sempat juga mendapat malu gara-gara ketahuan merokok di sekolah
oleh Pembina OSIS sampai ditampar didepan murid-murid yang lainnya, hal itu
membuatku jera dan tak mengulanginya lagi. Aku semakin giat belajar, nilai
raportku Kelas 1 di atas rata-rata. Aku merasa semua mata pelajaran terlihat
sangat mudah, sehingga aku mencoba peruntungan di kegiatan non akademik.
Mencalonkan diri menjadi Ketua OSIS membutuhkan keberanian yang besar, tapi aku
tak mau mundur. Berkas-berkas persyaratan sudah diberikan dan tinggal menunggu
hasilnya. Sedikit tak yakin akan menang, namun dewi fortuna ada dipihakku. Aku terpilih
sebagai Ketua OSIS periode 1998 – 1999. Jabatan ini membuat aku semakin sibuk. Program
kerja OSIS yang aku susun cukup banyak, baik kegiatan di dalam atau di luar
sekolah. Mulai dari mengurus ekskul,
lomba gerak jalan, hiking, MC untuk
beberapa acara dan lain sebagainya. Pernah waktu itu aku terlalu sibuk mengurus
berkas untuk lomba gerak jalan sampai tidak sempat sholat Jum’at. Saking banyaknya
program yang aku buat, hingga teman-teman mengecapku sebagai Ketua OSIS gila.
Jabatan sebagai
Ketua OSIS menjadikan aku layaknya selebritis di sekolah, semua orang
mengenalku dan itu memudahkanku untuk mendapatkan cewek. Tak sedikit cewek yang
mendekatiku, tapi aku tahu bahwa mereka begitu hanya karena aku ini seorang
Ketua OSIS. Bagaimana bila aku hanya orang biasa, apakah mereka masih bersikap
begitu? I’m not sure.
Cinta monyetku
yang pertama adalah Widi, nama lengkapnya Widi Lestari. Dia berbeda dengan
cewek-cewek maniak yang mengejar-ngejar aku. Dia manis, imut dan pintar. Aku menyukai
kepribadiannya. Masih tergambar jelas wajahnya di pikiranku saat kita berdua
diminta membacakan puisi didepan teman-teman. Dia terlihat gugup, tapi aku tahu
dia berusaha menyembunyikannya.
Prestasiku yang
bagus di kelas 1 membuatku mendapat beasiswa Siemens. Beasiswa ini aku terima
selama kelas 2. Aku senang, namun tak berlangsung lama. Kegiatan OSIS
menyebabkan waktuku untuk belajar menjadi berkurang. Di kelas 2 prestasiku menurun,
mulai dari caturwulan 1 sampai caturwulan 3 tak ada ranking kudapat. Berdasarkan
pengalaman di kelas 2, aku mulai mengurangi kegiatan non akademikku di kelas 3.
Aku terus belajar dengan giat, hasilnya selama kelas 3 aku selalu mendapat
ranking 2 di kelas dan aku pun lulus dari SMP dengan nilai yang memuaskan
hingga aku bisa diterima di SMU Negeri 1 Cilegon.
Masa puberku di
SMU tidak terlalu berkesan, yang aku ingat hanya saat aku dimarahi oleh guru
Fisika karena nakal dan saat itu aku punya seorang soulmate yang bernama Goday. Setelah lulus dari SMU aku sempat berpacaran
dengan seorang penyanyi dangdut, namun itu hanya bertahan 7 bulan karena lelah sering
diselingkuhi. Pernah juga aku berpacaran dengan seorang SPG, itu pun tak
berlangsung lama, hanya 2 bulan saja. Setelah itu aku hanya TTM atau HTS-an dengan
beberapa orang.
Kebiasaan usil dan gombalku yang sudah ada sejak
kecil masih terbawa sampai sekarang. Aku bahagia memiliki banyak teman. Mereka pun
sudah tidak asing mendengar gombalan-gombalanku. Hubunganku dengan teman-teman
SD sampai SMU masih terjalin baik, kami sering mengadakan reuni setiap tahun
pada bulan puasa dan aku sebagai ketua panitianya. Kesibukanku saat ini adalah
mencoba membangkitkan usahaku kembali. Setahun yang lalu, kiosku terbakar dan
semua isinya lenyap. Aku terpuruk, tapi aku harus kuat demi keluargaku. Mencoba
bangkit dan berpositif thinking, aku
yakin Tuhan pasti punya rencana yang indah buat aku dan pasti ada hikmah
dibalik semua ini. Terima kasih untuk teman-teman yang selalu ada buatku dan
memberiku semangat. You’re the best !!!
5 comments:
Nice Story,,,
keep fighting for U'r future Bro Pentoel..
Allah never sleep.
Yupz... Semua akan indah pd waktunya.
Teruslah berusaha dan berdoa.
I wish u find ur sweetheart soon. Amin :)
good story...cha main juga ya blog aye, www.threelas.com ;)
wow ...
semangat!!!
Post a Comment