11 September 2015

Mereka Bilang Aku Aneh

Menjadi beda dari yang lain. Anak sekarang menyebutnya no mainstream. Hak seseorang untuk memilih jalan hidupnya, akan menjadi diri sendiri atau mengikuti jejak orang lain. Beberapa waktu yang lalu saat buka puasa bersama SMA, seseorang nyeletuk "Kamu itu dari dulu aneh!" dan beberapa teman yang lain pun ikut mengiyakan , sementara sisanya diam saja. Entah apa yang dimaksud dengan aneh, aku bertanya pun hanya dijawab "ya pokoknya aneh." 

Huff...sebelum kejadian itu, aku mengajak mereka berfoto dengan tongsis yang aku bawa, lalu aku ajak juga membuat dubsmash... dan terdengarlah celetukan itu. Bingung juga, apanya yang aneh ya???

Masa SMA, aku hanya dekat dengan 2 teman cewe, sisanya cowo semua. Entah kenapa bisa begitu, aku merasa nyaman bermain dengan teman-teman cowo daripada dengan cewe-cewe yang sibuk membahas perawatan di salon, shoping barang branded dan cowo-cowo yang mereka taksir. Bahkan saat aku ikut kegiatan TONTI, ketika jam istirahat aku lebih memilih jajan sendiri di kantin atau duduk sendiri di suatu tempat sambil makan bekal yang kubawa dari rumah. Memang di regu TONTI ada beberapa orang yang dominan, sementara sisanya yang minoritas terkadang hanya ikut-ikutan biar dibilang "eksis". How about me? Aku lebih memilih sendiri daripada jadi follower abal-abal (sayangnya waktu itu 2 temanku yang cewe tak masuk TONTI).

Bullying juga terjadi pada masa itu. Suatu sore sepulang perlombaan TONTI Kabupaten, aku berdiri di tepi jalan menunggu bus kota, sendiri. Tiba-tiba sebuah motor berhenti tepat di depanku.
"Aku antar pulang, yuk! Tapi tunggu aku antar temanku dulu yaa.." kata cowo yang membawa motor. Sementara dibelakangnya duduk seorang cewe yang seregu TONTI denganku. Dia tampak sinis memandangku, kemudian memukul punggung si cowo sambil berkata "Iiihh ayo, cepet katanya mau ke rumahku.". Aku masih terdiam melihat tingkah mereka berdua di depanku. Si cowo ternyata masih menunggu jawabanku dan dia bertanya hal yang sama sekali lagi, lalu kujawab "Tidak, terima kasih. Aku naik bus aja.". Cewe itu terus merengek untuk segera pergi, akhirnya mereka hilang dari hadapanku. Jujur aku tidak mengenal siapa cowo itu, aku hanya tahu dia itu anak kelas 1-3 tapi aku tidak tahu namanya. Keesokan paginya, sebelum bel masuk berbunyi, aku pergi ke kelas 1-2 untuk menemui temanku. Aku berdiri di depan pintu sambil menunggu temanku keluar dari kelas, tiba-tiba ada yang menarik rambutku dari belakang dan menendang kakiku sambil berkata "Awas ya, jangan pernah dekati Cahya.". Aku refleks dan membalas menendang kakinya. Orang-orang yang melihat langsung segera melerai. Dia berlari ke mejanya dan menangis. Aku tidak jadi berbicara dengan temanku, aku langsung kembali ke kelas. Beberapa hari kemudian aku baru tahu kalau ternyata si cewe itu naksir sama si cowo yang nawarin nganter pulang, tapi si cowonya malah suka sama aku. Trus kalau kaya gitu, salah gue??? Meski si cewe tadi adalah anggota genk mayoritas di regu TONTI. Capedeh!!! 12 tahun kemudian si cewe itu nge-add aku disalah satu media sosial dan nampaknya dia lupa dengan apa yang telah diperbuatnya.

Menjadi mayoritas terkadang tak selalu baik, mereka hanya menang kuasa dan belum tentu tingkah lakunya patut ditiru. Menjadi anggota mayoritas dan minoritas itu pilihan, gunakan hati nurani dan akal yang sehat untuk menentukannya. Tak menjadi bagian dari suatu kelompok bukan berarti bermusuhan, semua tetap berteman hanya saja terbatas untuk hal-hal tertentu.

Be smart!!!

No comments:


VuL oF LuV