Puru
“Nama yang aneh!” begitu pikirku
saat itu. Tapi… orangnya ga aneh kok. Bertubuh tinggi standar anak-anak SMP
kelas 3, putih, cakep, keren, modis. Kira-kira seperti itulah ciri-ciri
fisiknya. Dia selalu membawa tas ransel warna abu-abu dan sepeda Polygon yang
sewarna dengan tasnya. Dikagumi banyak cewe, itu udah pasti.
Kami bertemu pertama kali di
kelasku ketika istirahat setelah Ulangan Umum sesi 1. Di SMP ku, setiap Ulangan
Umum siswa selalu di acak. Anak kelas 1 duduk sebangku dengan kelas 2 atau
kelas 3. Kebetulan saat itu aku kebagian jatah duduk dengan kelas 3D.
Ulangan Umum sesi 1 hari itu
sudah selesai. Sebelum lanjut ke sesi 2, anak-anak beristirahat. Sebagian ada
yang jajan di kantin, ada yang bermain-main, ada juga yang tetap duduk di kelas
sambil membaca-baca materi untuk Ulangan selanjutnya. Dan aku melakukan yang
terakhir itu. Di sebelahku duduk kakak kelas 3, namanya Betty. Mba Betty juga
melakukan hal yang sama, membaca. Sambil sesekali kami mengobrol santai.
Tiba-tiba terdengar suara gaduh di belakang kelas, aku membalikkan badan untuk
mencari tahu dari mana arah suara itu. Mataku mengarah seiring putaran bahu dan
berhenti tepat di bangku pojokan kelas sebelah kanan. Bagai melihat pangeran
turun dari langit, (Hahaha lebay!) tampak seorang cowo yang sedang melihat ke
arahku. Kami saling bertatapan selama beberapa menit, tanpa kedip! Entah karena
sama-sama terpesona atau karena emang kebetulan aja. Anehnya, jantungku
berdegup kencang. Akhirnya aku membalikkan badan ke posisi semula, memegang
buku dan mencoba meneruskan bacaanku, tapi sepertinya pikiranku mulai kacau. Yang
ditatap sih buku, tapi yang ada dipikiran malah si cowo tadi.
Bel tanda 5 menit lagi Ulangan
sesi 2 akan dimulai, berbunyi…
Rupanya cowo tadi tidak duduk di
kelasku, dia ke kelasku hanya untuk menemui temannya yang sama-sama kelas 3D. Kebetulan
di samping kiriku ada kaca jendela, saat aku melihat ke arah jendela… Wow!! Ternyata
cowo itu berdiri dibalik jendela sedang berbicara dengan temannya, tapi kenapa
matanya mengarah ke aku. “Aduuh..jangan2 dia udah berdiri disitu dari tadi,
trus merhatiin aku. OMG!! Aku malu banget..” dan untuk kedua kalinya kami
bertatapan lagi, hingga akhirnya dia pergi menuju kelasnya.
Hari berikutnya…
Sama seperti hari sebelumnya,
cowo itu datang lagi ke kelasku saat istirahat. Kami pun bertatapan lagi tapi
tak selama kemarin dan kali ini aku sudah bisa mengontrol degup jantungku. Hehehe…
Aku beranikan diri untuk bertanya ke mba Betty.
“Mba, cowo yang lagi ngobrol sama
mas Agus itu siapa sih?”
“Ooh..itu Puru. Emang kenapa dik?”
“Hmm.. ga papa mba cm nanya aja.”
Begitu kataku sambil berusaha bersikap sealami mungkin biar ga mencurigakan.
Ulangan Umum selesai. Pembagian
rapot. Libur seminggu. Masuk sekolah lagi.
Hari itu pelajaran Bahasa
Indonesia, yang mengajar adalah Pak Petrus, wali kelasku. Oiya, aku selalu
duduk di bangku paling depan bersama Ugi. Ugi ini orang pertama yang aku kenal
saat pertama kali pindah ke Jogja dan kebetulan kami dapat kelas yang sama, 1D.
Pak Petrus memulai pelajaran, dia menerangkan beberapa hal, kemudian memberikan
soal. Saat anak-anak sedang mengerjakan soal, tiba-tiba beliau berkata
“Kemaren saya ngajar kelas 3,
trus tiba-tiba ada yang berteriak “Pak, titip salam ya buat Tessa.””
Geeerrrrrrrr… sontak semua
anak-anak di kelasku tertawa dan mengejekku.
“Cie…cie… ada yang dapet salam
dari kakak kelas.”
“Siapa tuuuh???”
“Asiiik kita ditraktir makan-makan
niih.”
Aduuuh aku malu banget saat itu,
tapi seneng juga sih sebenernya. Cuma aku kan belum tahu siapa yang ngirim
salam, mana pak Petrus juga ga mau kasih tahu siapa nama pengirimnya.
Teng.. Teng.. Teng..
Bel istirahat berbunyi, beberapa anak
berhamburan keluar kelas, begitu juga aku tapi aku ga ke kantin. Aku hanya
bermain bersama anak-anak di dekat kelas 1C. Huffftt… aku melihat seseorang
datang berjalan ke arahku. Mas Puru! Dia mendekatiku dan menyerahkan sepucuk
surat dan berlalu pergi tanpa kata. OMG… Cowo sekeren itu dan pujaan banyak
cewe di sekolah ngasih aku surat di depan banyak orang ? Rasanya pengen terbang
ke awan terus diem aja disana ga turun-turun karena malu. Akhirnya aku
tinggalkan kerumunan teman-temanku itu dan masuk ke dalam kelas. Dengan muka
berseri-seri aku buka surat itu.
“Dik, nanti pulang sekolah aku
tunggu di gerbang. Kita pulang bareng ya!”
Hwaaaaaaaaaa…..rasanya pengen
teriak sekeras-kerasnya.
Pelajaran selesai. Waktunya pulang.
Aku memaksa Ugi untuk pulang bersamaku. Kami berdua berjalan menuju gerbang,
tampak disana mas Puru sudah menunggu dengan sepedanya.
“Mas, pulangnya bareng Ugi ya..
soalnya aku biasa jalan kaki bareng dia.”
Ugi tiba-tiba berkata “Ngga usah,
aku mau pulang mbonceng Yani aja.”
Aku langsung mengedipkan mata ke
Ugi dan bilang “Ahhh biasanya juga pulang bareng aku, jalan kaki.”
Aku tetap menggandeng Ugi dan
mulai berjalan. Mas Puru yang sedari tadi cuma diam aja tampak bingung, mungkin
dia juga kecewa karena yang diajak pulang bareng kan aku, tapi aku malah ngajak
Ugi juga. Akhirnya kita pulang bertiga, jalan kaki. Sepedanya mas Puru? Nah itu
dia, sepedanya dituntun. Hahaha…
Begitulah yang terjadi setiap
pulang sekolah, meskipun mas Puru pernah bilang kalau dia ga suka pulang
bertiga, tapi aku ga mau. Aku tetep aja ngajak Ugi. Pernah suatu kali pas
pulang bareng, kita jalan lewat jalan lain ga seperti biasanya. Pas lewat
daerah yang banyak semak-semak dan pohon-pohon tinggi, saat lagi asik ngobrol
sambil jalan, terdengar bunyi “kresek…kresek..” dibalik semak-semak. Kami
berhenti dan memperhatikan ke arah suara itu dan ….
Hwaaaaa… Anjiiiiing!!
Tanpa pikir panjang, kami langsung lari dari kejaran anjing itu. Untungnya ada warga situ dan kami pun
terselamatkan.
Hari berganti.. bulan berlalu..
mas Puru yang saat itu sudah kelas 3, lulus dan melanjutkan ke SMA. Begitu banyak
kenangan yang dilalui, mulai dari pertama bertemu, kirim-kiriman surat, pulang sekolah
bertiga, yang paling ga enak adalah dijutekin cewe-cewe yang pada naksir sama
mas Puru (mulai dari fans-nya yang seangkatan sama aku sampai kakak kelas).
3 tahun kemudian, ternyata aku
diterima di SMA yang sama dengan mas Puru dan kebetulan kelasku berhadapan
dengan kelasnya. Terus pas ketemu di SMA, rasanya masih sama ga? Ngga! Hahaha. Rasanya
biasa aja, paling cuma saling sapa aja, ga pernah ngobrol sama sekali. Hmm.. mas
Puru udah ga sekeren SMP dan dia udah punya cewe.
Sekarang mas Puru sudah punya
istri. Komunikasi kami baik-baik saja sampai saat ini, dia aku anggap seperti
kakakku sendiri.
So, buat para ababil… ga usah deh
yang namanya putus trus lama move on
atau malah musuhan, kan mending sodaraan. Begitu lebih baik!
*sok tua banget ya gw*
^-^