05 January 2014

The Boys Part 2 (Ketika Cinta Tak Harus Memiliki)



Bahagianya bila bulan Ramadhan tiba. Mau tahu? Kenapa? Kenapa? Kenapa?
Soalnya kalo pas bulan puasa itu bisa ketemu teman-teman di masjid (selain di sekolah). Bisa piket bersihin masjid, bisa ngisi kultum sebelum berbuka, bisa buka bersama, tarawih bersama dan tadarusan bersama. Maklum, selain bulan puasa aku ga bisa main keluar, paling di rumah aja nonton tv, bersih-bersih dan belajar. Begitulah peraturannya, agak konservatif sih tapi mungkin itu demi kebaikanku juga.
Well, kalau kemarin aku udah cerita Boy Part 1 yang kejadiannya kelas 1 SMP, kali ini aku akan cerita tentang kejadian di kelas 2 SMP, tepatnya di bulan ramadhan. Di daerah tempat tinggalku ada tradisi setiap selesai sholat subuh, yaitu jalan-jalan. Pagi itu aku dan teman-teman melakukannya, kami berencana jalan-jalan dari masjid sampai lapangan bola yang jaraknya sekitar 1 km. Tak hanya gerombolan kami, ada banyak kelompok remaja lain yang melakukan hal sama juga. Setiap kelompok biasanya terdiri dari remaja seangkatan atau yang rumahnya tetanggaan. Sementara anak-anak kecil mengikuti sambil bermain petasan. Seringkali kami berpapasan dengan kelompok remaja  dari masjid lain. Tentu saja yang aku tunggu adalah saat berpapasan dengan kelompok masjid dekat lapangan bola, karena ada mas Puru. Hahaha…
Tapi Ramadhan kali ini berbeda, diantara kelompok remaja masjidku ada seseorang yang belum pernah kulihat. Siapa ya? Saat jalan-jalan itulah pertama kalinya kami bertemu. Setelah sampai lapangan bola, kami semua berbalik arah dan lama kelamaan kelompok dari masjidku pun hanya tinggal beberapa orang saja karena masing-masing langsung pulang begitu melewati rumahnya. Rumahku masih 200 meter lagi, sementara 2 orang temanku masih 300 meter lagi. Bagaimana dengan seseorang itu? Teman-temannya sudah habis, dia berjalan sendirian dan akhirnya bergabung dengan kelompokku.
“Hai dik, ikutan gabung ya… teman-teman aku udah pada pulang.” Kata dia sambil tersenyum.
Woooww… senyumnya itu lho ga nahan. Hahaha… Inget pemeran Sembara di film Misteri Gunung Merapi ga? Nah. Mirip banget tuh. Tinggi, putih, berbadan tegap, proporsional gitu deh, cowo banget pokoknya, sesuara-suaranya juga.
“Hmmm..” jawabku malu-malu sambil membalas senyumannya.
“Oiya, kita belum kenalan. Namamu siapa?” Kata dia sambil menyodorkan tangannya.
“Tessa.” Kataku.
“Sari.” Kata dia.
Dan kami pun bersalaman.
Agak aneh juga mendengar namanya, kok kaya cewe. Hahaha. Sepanjang perjalanan kami mengobrol tentang sekolah dan asal usul, hingga akhirnya aku tiba di depan rumah dan berpamitan karena harus pulang duluan. Waiiiittt! Kemana dua orang temanku tadi? Mau tau? Ternyata sepanjang perjalanan aku ngobrol dengan mas Sari, mereka berdua berjalan di belakangku. Oowh betapa baiknya mereka. :)
Mas Sari itu baru aja pindah sekolah ke SMK PGRI, dia ternyata keponakan dari istrinya pakdhe ku. Hmmm… saudara jauh banget berarti ya? Oiya, rumah pakdhe dekat masjid, jadi otomatis setiap aku ke masjid pasti lewat depan rumahnya. Dan karena itu pula aku dan mas Sari sering bertemu, entah saat berangkat atau pulang dari masjid. Pertemuan yang intens itu membuat kami jadi semakin akrab.
Suatu sore setelah bulan ramadhan aku bersepeda melewati depan rumah pakdhe, kalo ga salah waktu itu aku mau beli bakso. Tiba-tiba mas Sari menghentikanku, dia mengeluarkan sepucuk surat dari kantong celananya. Hah..??? Kaget! Saat itu aku bingung harus berkata apa, aku langsung menerimanya dan berlalu pergi. Buru-buru aku kayuh sepedaku, aku takut kalo ada pakdhe atau saudaraku yang melihat. Sesampainya di rumah, aku masuk kamar dan kubuka surat itu.
“Bla…bla…bla…bla…bla…………………………………………………………………………………………………………………………… Aku tahu, aku ini hanya orang biasa, tapi perasaanku padamu sungguh tak biasa. Maukah kau menjadi pacarku? I Love U so much!”
Hwaaaaaaaaaaaaaa…. Aduuuh gimana ini?? Aku ditembak!
Senang ga? Jelassss, senang bangeett secara ditembak sama cowo ganteng sixpack dan keren abiss gitu.
Berarti diterima? Nah, itu dia. Aku mungkin gampang kagum sama cowo keren, tapi ga segampang itu menerima cintanya. Aku harus tahu lebih detail dulu tentang dia, so surat itu belum aku balas. Aku mulai menjadi detektif, aku tanya beberapa temannya mengenai baik buruk sifatnya. So far so good. Rupanya sepupuku, anaknya pakdhe ku mengetahui hal ini dan dia mendukung aku untuk jadian. Kira-kira begini dia bilang:
“Udah, diterima aja. Mas Sari kan ganteng. Dia banyak fans-nya lho. Itu di kamarnya banyak hadiah dari cewe-cewe yang ngefans sama dia, bahkan belum lama ini ada cewe, teman sekelasnya, anaknya pak lurah dari daerah far far away ngasih bunga dan boneka. Terima aja sebelum keduluan sama yang lain.”
Hmmm… setelah aku pikir masak-masak, akhirnya aku putuskan untuk membuat surat balasan. Begini isinya:
“Sebelumnya aku minta maaf karena lama membalasnya. Dalam surat ini aku mau bilang kalo sebaiknya kita bersaudara aja, aku mau fokus belajar dulu. Terima kasih. Sekali lagi, maaf.”
Mungkin oranglain berpikir aku ini bodoh, orang sebaik dan sekeren itu kok ditolak, padahal cewe-cewe lain aja bersusah payah untuk mendapatkan cintanya. Haduuh gimana yaa?? Suka sih suka tapi………… Ahh, sudahlah!
Untungnya mas Sari ga marah gara-gara balasan suratku. Setiap papasan di jalan kami masih saling bertegur sapa, malah pas valentine dia ngasih aku mawar merah dan CD Stinky (Aduuh.. jadul banget yaa.. jadi ketauan deh tuanya. Hahaha..). Dia juga beberapa kali telepon ke rumah.
Saat aku kelas 2 SMA, mas Sari udah lulus SMK. Saat itu aku mulai jarang bertemu dengannya. Tiba-tiba ada seorang cewe memberikan surat, ketika aku sedang berjalan sepulang sekolah. Aku buka surat itu, isinya:
“Dik, saat ini aku sudah tidak di Jogja. Aku kembali ke kampung halamanku untuk bekerja. Aku titipkan surat ini pada sepupuku. Aku tahu ini tak mungkin, tapi perasaanku yang dulu masih tersimpan untukmu. Kali ini, mau kah kau menerimaku?”
OMG!!! So sweet banget. Lagi-lagi aku harus minta maaf, rasanya aku cuma kagum aja tapi ga sampai jatuh hati. Penolakan yang kedua pun terjadi.
Tahun berganti, aku tak pernah mendengar kabar tentang mas Sari lagi. Selepas SMA, aku melanjutkan kuliah di universitas impianku. Bertemu banyak teman baru itu menyenangkan. Baru kenal beberapa minggu saja kami sudah akrab, bahkan sudah membuat genk. Aku, Sintha, Ana, Tyo dan Erry. Kami berlima selalu bersama selama di kampus. Hari itu aku ada kuliah sore, jam 16. Kebetulan dosen Agama belum datang, anak-anak belum semua masuk kelas, masih ada yang berkeliaran di luar. Aku, Tyo dan Ana sudah duduk sebaris, kami mengobrol sambil menunggu dosen datang. Tiba-tiba Sintha berlari masuk ke dalam kelas, dia berteriak:
“Ana, Tessa, Tyo….ayo cepat keluar, ada security baru.”
“Ya ampun, emangnya kenapa kalo ada security baru?” Kata Tyo.
“Iya iih lebay banget deh, sampe segitunya.” Kataku.
Aku yang duduk paling pinggir akhirnya ditarik Sintha keluar.
“Ayo cepeett, ntar keburu pergi orangnya. Dia ganteng banget, aku tadi ga sengaja liat dia di pos security depan.” Kata Sintha.
“Lha terusss? Kenapa aku harus di tarik-tarik?” Kataku.
“Ntar keburu orangnya kabur. Aku pengen kenalan, tapi ga berani kalo sendiri.” Kata Sintha.
Sebelum sampai di pos security, begitu keluar dari pintu kampus …
Dziiing….!!!
Seorang security berdiri di depan pintu sambil mengarahkan telunjuk ke aku dan aku pun mengarahkan telunjuk kiriku padanya.
“Dik Tessa..?” Seru security itu.
“Mas Sari..?” Kataku.
Sintha yang melihat kejadian itu langsung berhenti menarikku dan melepaskan tangan kananku karena kaget. Dia celingukan, bingung.
Aku dan mas Sari saling tersenyum, belum sempat mengucapkan kata-kata lainnya, Sintha langsung memegang tanganku kembali dan menarikku ke ruang kelas. Sebenarnya aku sendiri juga shock, ga nyangka banget setelah lama ga ketemu, ehh ketemu lagi di kampus dan dia berseragam security.
“Kamu kenal security itu? Kok bisa? Dia yang aku maksud ganteng tadi.” Kata Sintha penasaran.
“Hmmm…gimana ya, ceritanya panjang. Nanti deh aku ceritain, tuuh pak dosen udah datang!” Kataku.
Akhirnya rasa penasaran Sintha terjawab setelah aku menceritakan kisah mas Sari padanya, seusai kuliah.

Saat ini setahu aku… mas Sari sudah mempunyai istri, seorang perawat dan dia juga sudah memiliki anak. Semoga mas Sari dan keluarganya hidup bahagia. Forever and after.
Dari kisah nyata diatas, dapat disimpulkan bahwa :
Dunia itu sempit
Buktinya setelah lama berpisah, eh bisa ketemu lagi. Jadi ingat kisah Tito dan Via? Di Jogja kan banyak mall dan supermarket, tapi kenapa Via bisa mergokin Tito di salah satu supermarket? Benar-benar dunia ini sempit ^-^
Jodoh itu Tuhan yang ngatur
Aku dan mas Sari itu berjodoh, buktinya setelah lama berpisah akhirnya ketemu lagi. Tapi, jodoh itu bukan berarti harus bersama/ bersatu lho ya…

Nah, buat para ababil… semoga kisah ini menginspirasi kalian. Jangan karena di tolak terus jadi patah semangat, usaha teruuuss! Tapi kalo tetap ga bisa, ya udah jangan memaksa dan jangan bermusuhan (sakit hati). Tuhan sudah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Tetap Semangat dan keep smile !!!

VuL oF LuV