Badanku dulu tak begini…
Tapi kini tak kurus lagi…
Kebayang ga sih tinggi 160cm dengan berat badan kurang dari 40kg?
Kurus banget kan?
Rambut panjang berponi rata diatas alis, udah mirip helm.
Kulit item ngga, putih juga ngga, tengah-tengah gitu deh.
Gaya tomboy dan sporty, lengkap dengan lesung pipi yang bener-bener
ada di tulang pipi, bukan di pipi.
Kalo pas kelas 1 SMP aku ke sekolah jalan kaki or naik bus, nah pas kelas 2 udah mulai males jalan kaki. Lebih pilih
naik sepeda atau naik bus. Jarak dari rumah ke sekolah sekitar 1km, semisal
naik bus cuma bayar Rp 100,- aja. Berhubung di rumah ada sepeda punya tante
yang udah usang dan tak terpakai, aku pikir kenapa ga dibenerin aja kan lumayan
buat dipakai sekolah. Cling! Bukan sulap bukan sihir, sepeda federal punya tante tampak seperti baru.
Cat yang mengelupas udah ga kelihatan. Awalnya warna abu-abu dan biru, berubah
jadi warna abu-abu dan oranye. Lebih ceria pastinya!
Ke sekolah sambil naik sepeda rupanya lebih menyenangkan, ga terlalu
cape dan lebih cepat nyampe. Sekitar 2 bulanan naik sepeda, aku baru nyadar kalo
setiap mau nyebrang di depan sekolah pasti di dekat gerbang selalu berdiri
seorang anak kecil. Cowo imut, putih dan yang paling mencolok adalah bibirnya
yang merah merekah. Serius! Mirip ama Macaulay Culkin pemeran Kevin dalam film
Home Alone. Hahaha…
Awalnya aku pikir itu suatu kebetulan aja. Kebetulan pas aku sampai sekolah,
kebetulan tuh bocah lagi berdiri di depan gerbang. Tapi aneh banget kalo itu
kebetulan karena kejadiannya setiap hari begitu dan sejak aku sadar kalo dia
memperhatikan aku, aku pasti melihat mukanya saat melewati gerbang sekolah dan
sebuah senyuman pun terpancar dari wajahnya yang imut.
Aku ga tahu dia itu siapa dan kelas berapa karena seingatku anak-anak
seangkatanku (kelas 2) ga ada yang mirip dia. Rasa penasaran pun terjawab
ketika salah seorang adik kelasku, yang ternyata teman sekelasnya memberikan
aku sepucuk surat. Ya, lagi-lagi surat. Maklum pada zaman itu belum ada HP or
BB. Hahaha…
Jam istirahat belum berakhir, aku masuk kelas dan membuka surat itu.
Isinya begini :
Halo Kak, boleh kah aku
berkenalan? Maaf kalau aku terlalu lancang mengirimkan surat ini.
Aku tahu aku ini masih kelas 1,
tapi saat pertama melihat Kakak rasanya ada yang berbeda dan sejak saat itu,
setiap pagi aku selalu menunggu kakak di gerbang sekolah.
Aku berasal dari Lampung dan
saat ini aku tinggal di rumah pamanku. Berikut ini biodataku:
Nama : Doddy P. P. (sengaja aku singkat)
Alamat : …….. (di keep
aja)
TTL : Lampung, 13 Desember 1987
Hobi : Main bola (whahahaha…ngekek banget baca
ini)
Oiya, kalo boleh aku minta
biodatanya Kakak ya, biar aku bisa mengenal Kakak lebih jauh.
Mohon maaf bila ada salah-salah
kata.
NB : Aku tunggu balasannya.
(tanda tangan)
Doddy
Hadeuuhh… abis baca itu surat aku langsung ketawa cekikikan, lucu banget
ada anak kecil udah berani ngirim surat, mana isinya biodata pula dan yang
lebih parahnya tercantum HOBI : MAIN BOLA. Hahaha…
Teruuuss, dibalas ga suratnya?
Uhmm… dibalas donk, tapi ga pake nyantumin biodata segala. Cuma kata-kata
seperlunya, yang intinya kalo mau berteman sih oke-oke aja.
Selepas dari surat itu, beberapa waktu kemudian ada surat lagi yang datang.
Waktu itu yang membawa adalah salah seorang teman sekelasku.
“Nih, ada titipan dari anak kelas 2B!” Kata temanku.
“Siapa?” Kataku.
“Baca aja sendiri, kan ada namanya!” Kata temanku dengan nada kesal.
(Catatan kaki: sebenarnya temanku ini suka sama aku dan aku juga suka
sama dia, tapi kami sama-sama jaim. Nah, ternyata yang mengirim surat itu (anak
2B) adalah sahabatnya. Sementara si sahabatnya ini ga tahu kalau temanku itu
suka sama aku. Makanya waktu dia menyerahkan surat, tampangnya jutek banget. Hahaha…)
Untuk menjaga perasaan temanku, surat itu tidak aku baca di kelas. Aku
berjalan ke belakang sekolah, depan toilet, disanalah aku membacanya. Isinya tentang
pengungkapan perasaan sekaligus nembak! Tertanda
Suprayitno. Hffttt… yang mana lagi ini orangnya, mana namanya terdengar ”mistis”
pula. Selesai membaca, tanpa pikir panjang aku langsung mengambil segayung air
dari kamar mandi. Aku celupkan surat itu sampai kertasnya hancur, lalu aku
bentuk seperti bola dan ku lempar ke atas genteng sekolahan. Beres!!
Dua minggu kemudian, saat istirahat, aku lihat seorang cowo sedang
mengintip di jendela kelasku dari arah parkiran sepeda (sebelah kelasku adalah
parkiran sepeda). Tampaknya dia berusaha untuk memanggilku tapi aku pura-pura
tidak mendengarnya, hingga beberapa temanku yang ada di kelas membantunya.
“Tes, itu dipanggil ama Prayit.” Kata salah seorang temanku.
Mau tak mau akhirnya aku menoleh ke arah cowo yang wajahnya terpampang
di jendela. OMG! Jadi itu yang namanya Prayit, ga tinggi ga pendek, item dan
agak gendut.
“Tes, kok suratku ga dibalas?” Kata Prayit.
“Ooh, belum sempet. Aku sibuk!” Jawabku dengan males-malesan, lalu aku
menarik Ugi yang kebetulan ada disitu dan pergi ke kantin.
Beberapa hari kemudian, aku berpapasan dengan Prayit di dekat parkiran
sepeda. Dia memberikan aku surat lagi. Surat kedua darinya berisi hal serupa
dengan surat pertama dan surat kedua pun bernasib sama, aku celupkan ke air,
aku bentuk seperti bola, lalu aku buang ke atas genteng sekolah. Karena merasa
tidak nyaman ditagih terus, surat kedua aku balas. Dalam surat balasan aku menyatakan
bahwa aku mau fokus belajar dan merasa lebih baik berteman saja. Setelah aku
memberikan surat balasan padanya, keesokan harinya dia tidak masuk sekolah
selama 3 hari berturut-turut. Salah seorang teman sekelasnya berkata padaku
kalo Prayit stress gara-gara aku.
Lha, kok aku? Aneh banget, itu mah dia sendiri aja yang bikin. Aku menolak
bukan karna fisik lho ya, buktinya aku membuang surat pertamanya sebelum aku
melihat wujudnya. Aku menolak karena menurutku isi suratnya terlalu memaksa,
sementara aku aja ga kenal sama dia. Mas Sari yang udah kenal akrab aja aku
tolak, apalagi ini. Ya kalo-kalo Prayit baca cerita ini, mudah-mudahan dia bisa
mengerti. Piss Bro !!
Oiya, buat sekolah SMP ku…maaf kalo aku mengotori genteng. Sebenarnya
bukan cuma 2 surat itu aja yang aku lempar ke genteng. Ada beberapa surat dari
beberapa orang juga. Kebetulan SMP ku itu dekat ama SMK PGRI (sekolahannya mas
Sari) dan SMK BOPKRI. Aku juga heran kenapa anak-anak di SMK tersebut banyak
yang kenal aku, padahal aku ga pernah kenalan sama mereka dan beberapa dari
mereka mengirimkan surat. Aneh-aneh deh isinya, tapi ya tetap seputaran
perasaan. Berhubung aku ga kenal dan ga tau yang mana orangnya, cuma lihat
namanya aja di surat, walhasil nasib surat mereka berakhir di genteng sekolahan.
Hehehe…
Hikmah dari cerita kali ini adalah “Jangan terlalu memaksakan
kehendak, hormatilah perasaan oranglain.”
Semua cerita tentang “Boy” ditulis kurang lebih seperti aslinya karena
udah lama jadi agak lupa-lupa inget, tapi kalo intinya inget banget. Bukan
bermaksud riya’ atau sombong, semua cerita ini ditulis hanya untuk mengenang
masa lalu aja lho yaa...
2 comments:
maklum lah, wes tuo, rodo2 pikun.. hahahahahahaha!
Hu umm.. kalo mau pinter tuh harus belajar yang pikun! hahaha..
Post a Comment